Monday, March 22, 2010

Ketika Susno Duaji Diuji

Saat Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri menyebut nama Susno Duadji sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal pada 11 Oktober 2008, sejumlah pihak langsung bereaksi negatif. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyebutkan bahwa Susno yang kala itu masih sebagai Kapolda Jabar berpangkat Irjen Pol tidak punya pengalaman memimpin korps reserse Polri.

Menurut Neta, Kabareskrim harusnya diisi oleh jenderal yang kaya pengalaman reserse sebab tantangan tugasnya sangat berat. Sebaliknya, Bambang Hendarso justru yakin, Susno dapat menjadi Kabareskrim untuk menggantikan dirinya yang baru saja dilantik sebagai Kapolri. “Orangnya konsisten, keras, tegas. dan tidak kompromi (dengan pelaku kejahatan),” kata Bambang Hendarso.

Sebelum menjadi Kapolda Jabar, publik juga tidak banyak mengenal Susno. Masyarakat termasuk para wartawan di Jakarta mulai kenal Susno ketika dia menyatakan perang melawan preman saat sebagai Kapolda Jawa Barat. Neta Pane menyebut, satu-satunya gebrakan alumni Akabri bagian Kepolisian tahun 1977 ini hanyalah perang melawan preman kendati hasilnya masih diragukan.

Pada 30 Januari 2008, Susno Duadji di depan seluruh perwira di jajaran se Polda Jawa Barat menyatakan perang melawan pungli yang ada dalam pelayanan lalu lintas. “Tidak perlu ada lagi setoran-setoran. Tidak perlu ingin kaya. Dari gaji sudah cukup. Kalau ingin kaya jangan jadi polisi, tetapi pengusaha. Ingat, kita ini pelayan masyarakat. Bukan sebaliknya, malah ingin dilayani,” tutur bapak dua anak yang lahir 1 Juli 1954 di di Pagaralam, Sumatera Selatan ini.

Susno lewat pernyataan itu agaknya ingin menegaskan bahwa pungli harus dihapus dan sebagai langkah awal, dia tidak mau terima seorang uang dari bawahannya. Di bawah Susno, Polda Jawa Barat banyak menangkap para preman termasuk yang menguasai jalur pantura. Lepas Kapolda dan menjadi Kabareskrim, Susno juga langsung menggelar operasi preman hingga menyebabkan ribuan preman masuk penjara. Salah satu laman internet menyebutkan, bahwa dia memberantas pungli tidak lepas dari masa kecilnya yang dililit kepahitan.

Anak ke 2 dari delapan bersaudara ini terbayang akan kesulitan kedua orang tuanya yakni Duadji dan Siti Aman saat membesarkan anak-anak. Penghasilan ayahnya sebagai sopir tidak cukup untuk menghidupi dirinya dan tujuh saudaranya. Ia memilih masuk Akabri bagian Kepolisian usai lulus SMA karena gratis. Hingga kini, tidak banyak yang tahu perjalanan karir Susno usai lulus Akabri bagian Kepolisian.

Neta Pane menyebutkan, Susno banyak bertugas di jajaran lalu lintas dibandingkan dengan jajaran reserse. Setelah belasan tahun di korps lalu lintas, Susno menjabat sebagai Wakapolresta Yogyakarta, Kapolres Maluku Utara, Kapolres Ambon, Kapolres Madiun, dan Kapolresta Malang. Jabatan Kombes diperoleh ketika dia menjabat sebagai Kepala Bidang Penerapan Hukum Divisi Pembinaan Hukum Polri.

Di posisi yang baru, dia sempat terlibat dalam proses pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai perwakilan unsur kepolisian. Susno lalu bertugas di Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dalam waktu yang cukup lama hingga pangkatnya terus naik menjadi Irjen Pol dengan jabatan Wakil Ketua PPATK.

Tidak lama menjadi orang nomor dua dia PPATK, Kapolri menunjuknya sebagai Kapolda Jawa Barat. Di sela-sela menjalankan tugas rutin, Susno mampu menyelesaikan pendidikan formal di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) untuk S1 Ilmu Kepolisian, S2 Ilmu Hukum, S2 Ilmu Manajemen. Ia juga lulus pendidikan kursus-kursus kepemimpinan mulai dari Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) hingga Sekolah Staf Perwira Tinggo (Sespati) Polri.

Susno mengikuti berbagai pelatihan di luar negeri antara lain Senior Investigator of Crime Course (1988) dan Hostage Negotiation Course, di Lousiana University, AS (2000), Comparative Study of Crime Justice System, Kuala Lumpur Malaysia (2001), Comparative Study of Police System, Seoul, Korsel (2003), dan Training Anti Money Laundering Counterpart, Washington AS.

Bank Century

Baru sebulan menjabat sebagai Kabareskrim, bapak satu cucu ini langsung berhadapan dengan kasus skandal Bank Century, 28 November 2008. Pengalaman di PPATK dan mengikuti berbagai pelatihan kejahatan kerah putih mampu membuat Susno bekerja cepat hingga dapat menangkap sebagian besar tersangka termasuk salah satu pemegang saham, Robert Tantular. Sayang dua kawan Tantular yakni Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizki kabur.

Kendati kasus itu sudah bergulir 10 bulan, namun proses penyidikan belum selesai karena banyak tindak pidana terjadi di bank itu dan tidak hanya soal pidana perbankan saja. Di dalam bank yang kini diambil alih pemerintah itu, terjadi penggelapan uang, penggelapan saham, penipuan, kredit fiktif, LC fiktif, pencucian uang dan investasi ilegal.

Polri juga mampu menyita dan membekukan aset milik para tersangka yang diduga hasil kejahatan di Bank Century. Di dalam negeri saja, Polri dapat menyita asset sekitar Rp500 miliar. Sedangkan di luar negeri, Polri bekerja sama dengan pihak lain membekukan aset milik Robert Tantular senilai 19.25 juta dolar AS atau Rp192,5 miliar.

Polri juga menyita aset Hesham dan Rafat di luar negeri senilai USD 1,164 miliar atau Rp11,64 triliun. “Keberhasilan menyita aset dalam skandal Bank Century ini adalah prestasi terbesar Polri selama ini. Belum pernah ada yang disita sebanyak ini oleh Polri dalam satu kasus,” katanya.

Sayangnya, nama Susno sempat tercoreng ketika ia mengirimkan surat kepada Bank Century yang dianggap ikut membantu pencairan dana salah satu nasabah besar bernama Budi Sampurno. Tindakan Susno ini dianggap menyalahi tugas sebagai polisi yang seharusnya cukup hanya menangani kasus pidana saja.

Akibatnya, Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) melaporkan Susno ke Inspektorat Pengawasan Umum dan Divisi Profesi dan Pengamanan Internal (Propam) atas tuduhan pelanggaran etika. Susno pun membantah telah ikut berperan dalam pencairan dana nasabah. “Saya hanya menyatakan bahwa rekening itu sudah tidak ada masalah. Saya tidak minta agar Bank Century mencairkan dana nasabah,” katanya sambil menunjukkan surat yang dimaksud.

KPK

Kalau dalam kasus Bank Century, Susno hanya dipersoalkan sejumlah kalangan, namun saat menangani dugaan penyalahgunaan wewenang pimpinan KPK, Susno mendapatkan serangan bertubi-tubi dari pihak lain. Langkap Polri yang menetapkan dua pimpinan KPK yakni Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto mendapatkan kecaman.

Kesan mengada-ada muncul sebab baru pertama kali dalam sejarah republik ini berdiri, ada seseorang pimpinan lembaga negara yang juga seorang penyidik dipidanakan saat membuat dan mencabut surat cekal.

Padahal keduanya mencekal pihak-pihak yang diduga terlibat kasus korupsi yakni Djoko Tjandra dan Anggoro Widjojo. Polri pun dinilai hendak memberangus dan mengerdilkan KPK, namun Susno membantahnya. “KPK harus tetap eksis dan tidak boleh ada upaya untuk menghilangkannya. Lembaga itu harus tetap ada. Saya tidak rela (KPK tidak ada) dan (lembaga itu) tetap bersih dan berwibawa. Saya berada di garis depan untuk mendukung KPK,” katanya.

Merasa telah menjadi korban permainan penyidik Polri, KPK melaporkan Susno ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), 18 September 2009. “Bareskrim di bawah kepimpinan Susno juga terkesan mencari-cari kesalahan pimpinan KPK,” kata Juru Bicara Tim Pembela KPK, Bambang Widjojanto.

Ia menyatakan, kepolisian sudah menetapkan status pimpinan KPK tanpa bukti kuat dengan maksud tertentu yakni agar pimpinan KPK dapat segera dinonaktif. Dalam aturan yang ada, pimpinan KPK harus nonaktif jika menjadi tersangka tindak pidana. Hal itu bisa dilihat dari kasus yang tuduhkan kepada pimpinan KPK selalu berganti-ganti yakni dari laporan suap ke arah penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan surat cekal.

Perubahan itu disebabkan kasus yang disangkakan kepada pimpinan KPK tidak terbukti. Apakah sikap tegas Susno – sebagaimana yang dikatakan Kapolri kala itu – juga diterapkan saat menangani kasus pimpinan KPK dan Bank Century.(*an/z)

No comments:

Post a Comment