Thursday, March 25, 2010

Memperluas NU Ke Jawa Tengah

Catatan Dari Muktamar NU Ke-4 di Semarang 1929

Berbeda dengan tiga Muktamar sebelumnya yang diselenggarakan di Surabaya, maka Muktamar ke-4 di Selenggarakan di Semarang. Pada tahun-tahun itu semarang telah menjadi pusat pergerakan Sarekat Islam hampir sepenuhnya terkonsentrasi di sana, selain itu gerakan buruh juga sangat kelihatan aktif di sana. Sementara itu kalangan santri pendukung gerakan Nahdlatul Ulama ternyata juga sudah tumbuh di sana. Tidak hanya didukung oleh Ulama kharismatik yakni Kiai Asnawi, tetapi juga didukung oleh kalangan pengusaha besar seperti H. Hasan Noor dan K Ajub Noor.Kedua dermawan itulah yang menanggung seluruh beaya muktamar, selain itu juga banyak sumbangan in natura dari masyarakat.

Sebagaimana lazimnya Muktamar NU, sosal-soal social keagamaan selalu menjadi agenda utama persidangan sejak mulai masalah shalat jumat, lalu soal keabsahan membayar uang sekolah (SPP) sampai ke soal money changer (pertukaran mata uang)  melanjutkan pembahasan muktamar sebelumnya. Muktamarin menyepakati adanya pemungutan SPP tetapi secara sangat terbatas untuk kebutuhan operasional sejauh tidak memberatkan murid yang waktu itu besarnya lima rupiah. Selain itu perkembangan politik nasional juga menjadi perbincangan serius dalam Muktamar ke 4 itu.

Selain adanya dukungan kalangan NU setempat baik dari kalangan ulama dan pengusahanya, Muktamar diselenggarakan di Semarang juga dalam upaya marespon perkembangan politik nasional yang berkembang di Semarang yakni perpecahan Sarekat Islam (SI) merah yang dipimpin Semaun dari kelompok Komunis dan SI putih yang dipimpin oleh HOS Cokroaminoto dan HA Salim. Ini merupakan keputusan politik yang luar biasa berani, bagaimana organisasi yang baru  empat tahun berdiri berani ngeluruk ke sarang kaum komunis militan seperti Semaun, Mas Marco, Siti Sundari termasuk Snevliet yang aktif di kota industri itu.

Rupanya kalangan Islam termasuk kalangan NU sangat terpukul dengan kejadian itu, semua merasa terkecoh oleh PKI yang dianggap menyusup ke organisasi Islam terbesar itu. Rasa kecewa dan simpati kepada SI putih itu ditunjukkan melalui Muktamar di kota Semarang, yang juga dimaksudkan sebagai dukungan moral terhadap SI putih agar tetap jaya. Maka dalam Muktamar tema pengobaran semangat Islam cukup mewarnai. Sebagaimana dalam Muktamar sebelumnya, Muktamar kali ini juga semakin luas pendukungnya

Mengingat pentingnya soal eksistensi gerakan Islam, maka beberapa ulama besar turt berbicara dalam Muktamar itu antara lain Kiai Asnawi, Kiai Cholil Lasem, Kiai Hasyim Asy’ari sendiri dan Kiai Wahab Hasbullah. Tidak ketinggalan pula Kiai Abbas dari Cirebon, Kiai Dimyati Sukamiskin  Kiai Cholil Solo yang kesemuanya terkenal sangat gigih melawan Belanda. Maka mesuknya kaum komunis ke dalam SI dianggap menusuk Islam dari dalam, yang sangat menyinggung perasan umat Islam, sehingga mereka bersatu merapatkan barisan untuk menghadapi Belanda dan kaum komunis.

Semangat perjuanagan selalu mewarnai Muktamar NU, meskipun NU merupakan organisasi social keagamaan, tetapi sangat peduli pada nasib bangsa yang sedang terjajah, karena itu sikap perlawanan terhadap penjajahan tidak bisa disembunyikan oleh organisasi ini. Dengan dalih itu pulalah para kontrolir pemerintah Belanda selalu mengawasi jalannya Muktamar, karena itu pula muktamar banyak menggunakan bahsa Arab agar tidak mudah terditeksi, tetapi Belanda juga tidak kalah akal, untuk kawasan NU dia banyak mengirim ilmuwan yang pandai bahasa Arab dan menguasai Islamologi seperti Van der Plaas. Itulah sebabnya hingga saat ini khutbah iftitah Rois Aam selalu disampaikan  dalam bahasa Arab. (mun’im dz)


No comments:

Post a Comment