BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT. Menjadikan manusia sebagai khalifah atau pemimpin di atas bumi, dan menurunkan al-Qur’an sebagai wahyu yang paling utama kepada nabi Muh}ammad saw. Agar dijadikan petunjuk /hidayah (Q.S. al-Baqarah: 1, 97,185), pedoman hidup (Q.S. al-Ja>s\iyah : 20) dan aturan hukum (Q.S. ar-Ra’d : 37), baik aturan antara manusia dengan khaliqnya, aturan antara manusia dengan manusia yang lain, maupun manusia dengan lingkungan sekitarnya. Hukum Islam merupakan hukum Allah. Dan sebagai hukum Allah, ia menuntut kepatuhan dari umat manusia, khususnya yang beragama Islam untuk melaksanakannya sebagai kelanjutan dari kepercayaan dan keimanannya terhadap khaliqnya yakni Allah SWT.
Pada kehidupan bermasyarakat terdapat ketentuan hukum Islam yang bermacam-macam, misalnya adalah: hukum perkawinan, ibadah, mu’amalah, jinayah. Dari masing-masing hukum tersebut masih terdapat bagian-bagian pembahasan tersendiri, dan di antaranya hukum yang paling dominan adalah hukum waris yang telah diatur secara terperinci dan jelas bagian-bagiannya dalam al-Qur’an (Q.S. an-Nisa>’: 7, 11, 12, 33 dan 176) yang berbunyi:
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا (النساء: ٧)
Artinya :“bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan karib kerabat, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”
Q.S. an-Nisa>’ ayat 11
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ (النساء: ۱۱)
Artinya : “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja maka ia memperoleh separuh harta……...”
Q.S. an-Nisa>’ ayat 33
وَلِكُلٍّ جَعَلْنَا مَوَالِيَ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَالَّذِينَ عَقَدَتْ أَيْمَانُكُمْ فَآتُوهُمْ نَصِيبَهُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدًا (النساء:٣٣)
Artinya : “bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan oleh ibu-bapak karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. dan jika ada orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”
Di antara aturan-aturan yang mengatur tentang hubungan manusia dengan sesama manusia, yang telah ditetapkan oleh Allah swt. adalah aturan tentang harta warisan, yaitu mengenai harta dan kepemilikan yang timbul sebagai akibat dari suatu kematian seseorang. Harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia memerlukan pengaturan tentang siapa saja yang berhak menerima harta peninggalan tersebut atau sering kita sebut sebagai ahli waris, berapa jumlah atau bagian-bagian yang akan didapatkan oleh ahli waris setelah terpenuhi biaya pemakaman, pemenuhan wasiat, pembayaran hutang dan lain-lain yang pernah dimiliki oleh yang meninggal dunia dan bagaimana cara mendapatkan harta peninggalan tersebut.
Hukum kewarisan dalam Islam, pada dasarnya berlaku untuk semua umat Islam di dunia. Sungguh pun demikian, corak suatu negara dan kehidupan bermasyarakat di negara atau di daerah tersebut ikut pula memberikan pengaruh atas hukum kewarisan itu, pengaruh itu adalah pengaruh terbatas yang tidak bisa melampaui garis-garis pokok dari ketentuan hukum kewarisan itu, tapi pengaruh-pengaruh tadi dapat terjadi pada bagian-bagian yang berasal dari ijtihad para ahli hukum sendiri.
Hukum waris Islam juga mengandung beberapa ketentuan yang harus ditaati dan dilaksanakan. Salah satu dari ketentuan itu adalah bahwa perbedaan agama atau mempunyai agama yang berlainan dapat menjadi penghalang seseorang untuk menerima harta waris dari yang meninggal dunia, atau memberikan harta waris, seperti yang terdapat dalam h}adis\ nabi Muhammad saw yang berbunyi:
حَدَّثَنَا أَبُوْ عَـاصِمٍ عَنِ ابْنِ جَرِيْجٍ عَنْ ابْنِ شِهَـابٍ عَنْ عَلِىٍّ بْنِ حُسَيْنٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ عُثْمَـانَ عَنْ أُسَـامَهَ بْنِ زَيْدٍ رَضِى اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللّـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَيَرِثُ الْمُسْـلِمُ الْكَافِـرَ وَلاَ الْكاَفِـرُ الْمُسْـلِمَ {رواه البخارى مسلم}
Artinya :“Hadist ini diriwayatkan oleh Abu ‘Ashom dari Ibnu Juraij dari ibnu Shihab dari Ali bin Husain dari Umar bin Usman dari Usamah bin Zaid r.a menerangkan bahwa Rasulullah saw bersabda : Orang Islam tidak menerima pusaka (warisan) dari orang kafir dan orang kafir pun tidak akan menerima pusaka (warisan) dari orang Islam.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Namun apabila demikian di antara orang yang berlainan agama tersebut mewasiatkan kepada yang lainnya untuk menerima atau memberikan harta setelah kematiannya, maka wasiat tersebut apabila tidak lebih dari sepertiga dapat dilaksanakan tanpa memerlukan izin dari para ahli waris. Sebab, perbedaan agama itu hanyalah menghalangi pewarisan dan tidak menghalangi wasiat.
Akan tetapi, dengan melihat h}adis\ di atas maka jelaslah bahwa berlainan agama atau tidak sama agama antara pewaris dengan orang yang akan mewarisi (ahli waris) merupakan penghalang yang menyebabkan tidak adanya hubungan untuk saling mewarisi.
Seperti pada penjelasan sebelumnya, yang menerangkan bahwa aturan tentang warisan telah ditetapkan oleh Allah SWT melalui firman-Nya yang terdapat dalam Al-Qur’an, pada dasarnya ketentuan tersebut jelas maksud dan arahnya. Dan berbagai hal yang masih memerlukan penjelasan, baik yang bersifat menegaskan, ataupun yang bersifat, disampaikan Rasulullah saw. melalui h}adis\nya. Walaupun demikian, penerapannya masih menimbulkan wacana pemikiran dan pembahasan dikalangan para pakar hukum Islam yang kemudian dirumuskan dalam bentuk ajaran yang bersifat normatif. Aturan tersebut yang kemudian ditulis dan diabadikan dalam lembaran kitab fikih serta menjadi pedoman bagi umat muslim dalam menyelesaikan permasalahan yang berkenaan dengan warisan.
Bagi umat Islam di Indonesia, aturan Allah teantang kewarisan telah menjadi hukum positif yang telah dipergunakan dan dijadikan pedoman dalam Pengadilan Agama dalam memutuskan kasus pembagian maupun persengketaan berkenaan dengan harta warisan tersebut. Dengan demikian maka umat Islam yang telah melaksanakan hukum Allah itu dalam menyelesaikan harta warisan, di samping telah melaksanakan ibadat dengan melaksanakan aturan Allah tersebut, dalam waktu yang sama telah patuh kepada aturan yang telah ditetapkan negara.
Dari sini penulis mencoba untuk membahas tentang waris, yang mana ahli warisnya ingin membagi sebagian haknya kepada saudara yang non muslim, yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Agama Surabaya dalam bentuk akta pembagian harta waris diluar sengketa no.28/Komp/2005/PA. Sby. Dengan judul: “STUDI ANALISIS TERHADAP AKTA DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA TENTANG PEMBAGIAN HARTA WARIS DI LUAR SENGKETA (Nomor: 28/Komp/2005/PA. Sby).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan atas latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana prosedur penetapan Pengadilan Agama Surabaya mengenai pembagian harta waris di luar sengketa?
2. Apa dasar hukum hakim dalam menetapkan pembagian harta waris jika ahli waris ingin membagi dengan non muslim?
3. Bagaimana analisis hukum terhadap penetapan akta oleh hakim Pengadilan Agama Surabaya tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Dengan rumusan masalah sebagaimana dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui prosedur penetapan Pengadilan Agama mengenai pembagian harta agama di Surabaya.
2. Mendeskripsikan dasar hukum Hakim dalam menetapkan pembagian harta waris.
3. Menganalisis konsepsi hukum Islam terhadap penetapan akta oleh hakim dan bagaimana relevansi antara konsep tersebut dengan kondisi yang terjadi di masyarakat, khususnya di Surabaya.
D. Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan membawa manfaat secara teoritis maupun secara praktis.
1. Secara teoritis bahwa hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para mahasiswa sebagai bahan informasi peneliti yang ingin mengkaji masalah pembagian harta waris lebih lanjut.
2. Secara praktis bahwa hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi penerapan suatu ilmu di lapangan atau di masyarakat umum serta dapat dijadikan pedoman bagi yang beracara di Pengadilan Agama dalam hal permohonan tentang pembagian harta waris.
E. Definisi Operasional
Untuk memperjelas dan guna membatasi lingkup penelitian ini, maka penyusun memberikan gambaran tentang operasionalisasi konsep sebagai berikut
1. Analisis : dalam skripsi ini yang dimaksud analisis adalah kajian terhadap suatu perkara atau peristiwa untuk mengetahui sebab musabab atau keadaan yang sebenarnya demi memperoleh pengertian serta pemahaman yang tepat terhadap duduk perkara secara keseluruhan.
2. Akta Pembagian waris : akta yang ditetapkan oleh hakim Pengadilan Agama atas permintaan dan atau kesepakatan ahli waris/para pemohon yang dianggap setara dengan akta notaris.
F. Metode Penelitian
Fokus pembahasan dalam penelitian ini lebih banyak mengungkap hal-hal teknik yang menyebabkan munculnya penyelesaian, oleh karena itu maka metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Selain alasan itu, penggunaan metode kualitatif juga karena skripsi ini ingin mendeskripsikan keadaan-keadaan dan konsep-konsep dalam suatu kelompok, dalam hal ini di Pengadilan Agama. Kami paparkan sebagai berikut:
1. Data yang dikumpulkan
Data adalah kenyataan, fakta/keterangan atau bahan dasar yang dipergunakan untuk menyusun hipotesa. Dalam penelitian ini data yang perlu dikumpulkan adalah terkait dengan:
a. Prosedur penetapan akta Pengadilan Agama Surabaya mengenai pembagian harta waris di luar sengketa .
b. Pertimbangan-pertimbangan hakim dan dasar hukum yang digunakan dalam menetapkan akta pembagian harta waris di luar sengketa nomor: 28/Komp/2005/PA. Sby. di Pengadilan Agama Surabaya.
2. Sumber Data
Data dalam penelitian ini diambil dari berbagai sumber, yang dikategorikan menjadi sumber primer dan sumber sekunder, antara lain :
a. Sumber Data Primer
1) Akta pembagian waris di luar sengketa dari Pengadilan Agama Surabaya dengan nomor: 28/Komp/2005/PA. Sby.
2) Para hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan Agama Surabaya, panitera muda atau panitera pengganti yang terkait dengan perkara pembagian waris di luar sengketa.
3) Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman beracara di Pengadilan Agama Surabaya.
b. Sumber Data Sekunder
Berupa beberapa literatur yang berkenaan dengan hukum materiil dan formil yang berhubungan dengan masalah penelitian. Adapun sumber sekunder tersebut antara lain:
1) Undang-undang peradilan agama
2) Hukum kewarisan Islam
3) Hukum acara perdata
4) Peradilan dan hukum acara Islam
3. Teknik Pengumpulan Data.
Metode kualitatif dalam penelitian ini selain menggunakan teknik interview juga tidak akan meninggalkan teknik dokumenter serta teknik kepustakaan. Dalam melakukan penyusunan data, tehnik pengumpulan data yang akan digunakan dalam studi ini adalah sebagai berikut :
a. Teknik Wawancara (interview)
Teknik wawancara ini digunakan untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan hakim dan dasar hukum yang digunakan untuk mengambil keputusan mengenai pembagian harta waris beda agama di Pengadilan Agama Surabaya, serta kepada panitera dan orang-orang yang mempunyai keahlian dalam bidang tersebut dengan memberikan pertanyaan seputar permasalahan yang berkaitan dengan pembagian harta waris.
b. Teknik dokumentasi
Dengan teknik dokumenter ini, peneliti berusaha mengamati, menelusuri dan mengumpulkan data untuk mendiskripsikan tentang keputusan Pengadilan Agama Surabaya mengenai pembagian harta waris di luar sengketa.
c. Teknik Kepustakaan
Penggunaan teknik ini sebagai bahan acuan dan pedoman, serta dimaksudkan untuk menggali dan menemukan data-data yang dapat dijadikan sebagai landasan teori terhadap permasalahan yang berkaitan dengan waris, pendeskripsiannya akan lebih tepat jika menggunakan riset kepustakaan untuk melengkapinya. Data tersebut ditelusuri melalui bahan pustaka buku-buku dan terbitan-terbitan ilmiah lainnya.
4. Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan penulis dalam menganalisis data antara lain:
a. Teknik deskriptif analisis adalah proses pengumpulan, mengelola, dan memaparkan data sehingga menjadi sebuah konfigurasi data yang deskriptif.
b. Teknik verifikatif adalah menilai penetapan hakim Pengadilan Agama Surabaya yang berbentuk akta pembagian waris di luar sengketa dalam menyelesaikan permohonan pembagian waris.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab membahas permasalahan yang diuraikan menjadi beberapa sub bab. Adapun sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut:
Bab pertama, adalah bab pendahuluan yang memuat uraian tentang : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, teknis analisis data dan sistematika pembahasan.
Selanjutnya, bab kedua menguraikan teori yang menyangkut tentang konsep dasar waris yang meliputi pengertian hukum waris dan dasar hukum waris, ketentuan rukun dan syarat waris, ketentuan sebab mendapat harta waris, penghalang kewarisan, serta hikmah pembagian waris dalam Islam.
Pada bab ketiga, berisi tentang laporan hasil penelitian, yang menjelaskan tentang kondisi obyektif Pengadilan Agama Surabaya, deskripsi permohonan pembagian harta waris serta dasar hukum hakim.
Bab keempat, membahas tentang analisis hasil penelitian menurut dasar hukum hakim, analisis prosedur serta analisis penetapan hakim terhadap pembagian harta waris.
Bab kelima, sebagai bab yang terakhir, memuat tentang kesimpulan dari bahasan dalam skripsi ini dan saran-saran.
No comments:
Post a Comment