Tuesday, April 27, 2010

KASUS ALASLOGO


Surabaya - Bentrokan antara warga desa Alas Trogo, Pasuruan, Jawa Timur dengan anggota Marinir dipicu oleh persoalan sengketa tanah. Bentrokan ini mengakibatkan 4 korban tewas dan 8 orang lainnya luka-luka.

Sengketa tanah ini sudah berlangsung sejak tahun 1998. Bagaimana asal mula sengketa tanah?

Berdasarkan informasi dari Dinas Informasi dan Komunikasi Pemprov Jatim sengketa tanah itu bermula ketika pada tahun 1960 TNI AL membeli tanah di Grati Pasuruan seluas 3.569 hektar.

Tanah itu tersebar di 11 desa dan 2 kecamatan, yakni Kecamatan Nguling dan Lekok. Sedangkan 11 desa yakni Sumberanyar, Sumberagung, Semedusari, Wates, Jatirejo, Pasinan, Balunganyar, Branang, Gejugjati, Tamping dan Alastelogo.

Dana yang dikeluarkan TNI AL untuk membeli tanah tandus kering ekstrim dan sulit air itu sebesar Rp. 77.658.210. Pembayaran tanah dan penggantian bangunan diselesaikan tahun 1963, namun masih ada sebagian kecil penduduk yang belum melaksanakan pemindahan rumahnya.

Lahan itu direncanakan untuk membangun Pusat Pendidikan TNI AL terlengkap dan terbesar untuk pendidikan kejuruan Marinir maupun Pelaut.

Namun saat itu terjadi peristiwa G 30/S PKI dimana negara dalam kondisi tidak tenteram, dan TNI AL belum memiliki dana untuk merealisasikan pembangunannya.

Sejak tahun 1963 TNI AL mulai melaksanakan pembangunan sarana jalan sepanjang 25 km di areal lahan. Di area tersebut juga ditempati oleh warga TNI AL (Prokimal) sebanyak 185 KK.

Pada tahun 1966 agar tidak terlantar, tanah TNI AL Grati dikelola oleh Puskopal untuk ditanami pohon jarak dan palawija sampai dengan tahun 1982.

Kemudian pada tahun 1984 keluar Surat Keputusan KSAL No. Skep/675/1984 tanggal 28 Maret 1984 yang menunjuk Puskopal dalam hal ini Yasbhum (Yayasan Sosial Bhumyamca) untuk memanfaatkan lahan tersebut sebagai lahan perkebunan produktif, dengan memanfaatkan penduduk setempat sebagai pekerja.

Upaya-upaya penyelesaian sertifikasi tanah yang dilaksanakan Lantamal III Surabaya sejak 20 Januari 1986 dapat terealisir oleh BPN pada tahun 1993 dengan terbitnya sertifikat sebanyak 14 bidang dengan luas 3.676 hektar.

Meski demikian di lapangan masih ditemukan penduduk yang belum melaksanakan pindah dari tanah yang telah dibebaskan oleh TNI AL. Lalu 3 Februari 1997 TNI AL melaksanakan ruislag berdasarkan surat persetujuan Menteri Keuangan dengan PT PLN seluas 43,8 hektar berupa 20 unit rumah jabatan TNI AL di Kenjeran Surabaya, dan PT Pasuruan Power Company (PPC) seluas 57,2 hektar berupa tanah seluas 40,1 hektar di Desa Mondoluku, Kecamatan Wringinanom, Kabupaten Gresik.

Lalu 20 November 1993 Bupati Pasuruan mengirimkan surat kepada Komandan Lantamal III Surabaya perihal usulan pemukiman kembali non pemukim TNI AL di daerah Prokimal Grati. Kemudian Bupati Pasuruan mengajukan surat kepada KSAL pada 3 Januari 1998 untuk mengusulkan bahwa tanah relokasi untuk penduduk non pemukim TNI AL agar diberikan seluas 500 meter persegi per KK.

Secara prinsip TNI AL menyetujui usulan tersebut, dan telah meneruskan usulan ke Mabes TNI, namun hingga kini belum ada titik terang karena memang tidak mudah untuk diadakan pelepasan aset negara yang harus melalui persetujuan Departemen Keuangan.

Kemudian pada 19 Agustus 1998 terjadi unjuk rasa para warga pemukim non TNI AL (bekas pemilik tanah Desa Alastlogo, Sumberanyar dan Pasinan yang dikoordinir Pengacara Probolinggo atas nama MS Budi Santoso, SH dan Pengacara Madang atas nama Ismail Modal, SH dengan memberikan surat terbuka menuntut pengembalian tanah yang telah dibeli TNI AL.

Mereka menggugat PN Pasuruan pada 4 November 1999 dan sengketa tanah diputus dengan putusan bahwa gugatan warga tidak dapat diterima. Hal ini mengingat secara formal TNI AL telah mempunyai sertifikat hak atas tanah Grati hasil pembebasan tanah melalui Panitia Pembebasan Tanah Untuk Negara (PTUN) pada tahun 1960-1963, sementara warga masyarakat penggugat tidak memiliki bukti apapun.

Setelah kalah di Pengadilan, warga mulai melakukan perlawanan pada September 2001 dengan menebang 12.000 pohon mangga siap panen, merusak pompa dan jaringan pengairan perkebunan, penutupan jalan pantura, penyerobotan lahan.

Karena untuk merehabilitasi kerusakan perkebunan produktif dan sistem pengairan membutuhkan biaya besar TNI AL memutuskan pada tanggal 16 Mei 2001 untuk menjadikan wilayah Grati menjadi Pusat Latihan Tempur Marinir.

Upaya penyelesaian dilakukan kembali dengan mengadakan pertemuan pada 14 Juli 2005 antara Bupati Pasuruan dengan Mabes TNI AL di Jakarta. Dalam pertemuan diputuskan Pemda Pasuruan menyatakan tanah Grati adalah milik TNI AL, Pemda bersedia menjadi fasilitator penyelesaian permasalahan itu.

Pada 5 Februari 2007 Bupati Pasuruan Jusbakir Aljufri didampingi Ketua DPRD Pasuruan Ahmad Zubaidi beserta unsur Muspida Pasuruan mengadakan pertemuan dengan Pangarmatim di Surabaya. Dalam pertemuan itu disepakati masing-masing pihak akan mengangkat permasalahan ini ke tingkat yang lebih tinggi.

Armatim akan membawa masalah ini ke Mabes TNI AL dan Mabes TNI, sedangkan Bupati Pasuruan mengupayakan ke Gubernur Jawa Timur dan Mendagri. Pangarmatim meminta agar Pemda dapat menenangkan warganya.

Dan pada 30 Mei 2007 pecahlah bentrokan antara Marinir dengan warga setempat. Dalam bentrokan itu dilaporkan 4 orang tewas dalam insiden itu. ( wln / mar )

No comments:

Post a Comment