Tuesday, April 27, 2010

Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Agama

BAB III
DESKRIPSI PENGADILAN AGAMA SURABAYA SERTA PERMOHONAN PEMBAGIAN HARTA WARIS
DI LUAR SENGKETA


A. Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Agama Surabaya
1. Kedudukan dan Wilayah Yurisdiksi Pengadilan Agama Surabaya
Pengadilan Agama Surabaya merupakan pengadilan tingkat pertama di lingkungan peradilan Agama yang berkedudukan di Kota Madya Surabaya dengan alamat di jalan Ketintang Madya VI no. 3, telepon (031) 8292146 fax (031) 8292241 Surabaya. Secara organisasi, struktur dan finansial di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang keberadaan pengadilan Agama Surabaya maka penulis mengemukakan tentang keadaan geografis. Wilayah hukum Pengadilan Agama Surabaya meliputi seluruh wilayah Kota Madya Surabaya yang terdiri dari 5 wilayah pembantu Wali Kota Madya Surabaya sebagai berikut:
a. Surabaya Pusat
b. Surabaya Utara
c. Surabaya Timur
d. Surabaya Selatan
e. Surabaya Barat
Lima wilayah pembantu Wali Kota Madya Surabaya di atas terbagi dalam 31 kecamatan, 167 kelurahan, 1.247 rukun warga dan 8.005 rukun tetangga.
Sedangkan letak geografis Kota Madya Surabaya terletak pada ketinggian kurang lebih 3-6 meter di atas permukaan air laut (dataran rendah) kecuali di bagian selatan yaitu di dua bukit landai di daerah Lidah dan Gayungan dengan ketinggian 25-50 meter di atas permukaan laut. Dan pada 112045’- 112046’ bujur timur dan 7015’-7017’ lintang selatan, luas keseluruhan 326,36 km. dengan batas-batas:
a. Sebelah Utara : Selat Madura
b. Sebelah Timur : Selat Madura
c. Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo
d. Sebelah Barat : Kabupaten Gresik
2. Kewenangan Pengadilan Agama Surabaya
Suatu permohonan dapat diterima dan terhindar dari eksepsi apabila permohonan itu diajukan ke Pengadilan Agama yang berwenang baik secara relatif maupun secara absolut oleh pihak yang berhak mengajukan.
Pembagian kekuasaan antara Pengadilan Agama berdasarkan wilayah hukum disebut kompetensi relatif, dimana wilayah hukum Pengadilan Agama Surabaya adalah seluruh daerah yang berada di wilayah Kota Surabaya, yang terletak di 5 kawasan di Surabaya yang terdiri dari 31 kecamatan. Diantaranya adalah :
a. Surabaya Pusat
1) Kecamatan Tegalsari
2) Kecamatan Genteng
3) Kecamatan Bubutan
4) Kecamatan Simokerto
b. Surabaya Utara
1) Kecamatan Pabean Cantikan
2) Kecamatan Semampir
3) Kecamatan Krembangan
4) Kecamatan Kenjeran
5) Kecamatan Bulak
c. Surabaya Selatan
1) Kecamatan Sawahan
2) Kecamatan Wonokromo
3) Kecamatan Karangpilang
4) Kecamatan Dukuh Pakis
5) Kecamatan Wiyung
6) Kecamatan Wonocolo
7) Kecamatan Gayungan
8) Kecamatan Jambangan
d. Surabaya Timur
1) Kecamatan Tenggilis
2) Kecamatan Mejoyo
3) Kecamatan Tambaksari
4) Kecamatan Gubeng
5) Kecamatan Rungkut
6) Kecamatan Gununganyar
7) Kecamatan Sukolilo
8) Kecamatan Mulyorejo
9) Kecamatan Sukomanunggal
e. Surabaya Barat
1) Kecamatan Tandes
2) Kecamatan Pakal
3) Kecamatan Asemrowo
4) Kecamatan Benowo
5) Kecamatan Lakar Santri
6) Kecamatan Sambi Kerep
Sedangkan kekuasaan absolut (wilayah perkara) Pengadilan Agama Surabaya sebagaimana yang terdapat dalam undang-undang nomor 7 tahun 1989 jo undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama:
Pasal 49:
Ayat (1) Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang:
a. Perkawinan,
b. Kewarisan,
c. Wasiat,
d. Hibah,
e. Wakaf,
f. Zakat,
g. Infaq,
h. Shadaqah,
i. Ekonomi syariah,
(2) Bidang perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku.
(3) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.

Pasal 50 : Dalam hal terjadinya sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain dalam perkara-perkara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 49, maka khusus mengenai obyek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkungan Pengadilan Umum.

Kekuasaan pengadilan dalam lingkungan peradilan Agama di bidang kewarisan mencakup empat hal yaitu: penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan (tirkah), penentuan bagian masing-masing ahli waris dari harta peninggalan itu dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.
Pengadilan Agama dalam melaksanakan pembagian harta warisan ada dua bentuk :
a. Pembagian berdasar putusan pengadilan terhadap perkara waris yang mengandung sengketa
Pembagian harta waris berdasar keputusan pengadilan termasuk fungsi kewenangan Pengadilan Agama dalam menjalankan tugas “eksekusi” dengan syarat :
1) Putusan yang bersangkutan sudah memperoleh hukum tetap, artinya terhadap putusan yang bersangkutan tidak ada lagi upaya banding dan kasasi, suatu putusan yang sudah tertutup upaya banding atau kasasi apabila mengajukan permintaan banding atau kasasi sudah lewat batas tenggang waktunya, atau memang tidak diajukan permintaan banding atau kasasi. Atau bisa juga, perkara yang bersangkutan sudah diputus dalam tingkat banding atau kasasi.
2) Putusan yang telah memperoleh kekuatan tetap tersebut mengandung ”amar” atau ”diktum” yang bersifat ”condemnatoir” artinya salah satu amar putusan mengandung pernyataan menghukum para ahli waris melakukan pembagian atau amar yang memerintahkan pembagian.
b. Pembagian berdasar permohonan pertolongan terhadap perkara waris yang tidak mengandung sengketa/waris damai.
Mengenai permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan di luar sengketa yang diajukan ke pengadilan Agama telah diatur dalam pasal 107 ayat 2;
Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 236a Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB) Staatsblad tahun 1941 nomor 44, mengenai permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan di luar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam diselesaikan oleh Pengadilan Agama.

Pasal ini tidak mengharuskan umat Islam dalam membagi harta warisan harus meminta bantuan atau pertolongan pada Pengadilan Agama. Akan tetapi jika Pengadilan agama di minta oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk melaksanakan pembagian harta peninggalan di luar sengketa, maka Pengadilan Agama akan melaksanakan dan membagi harta warisan di luar sengketa tersebut sesuai dengan permohonan atau permintaannya itu. Dan dibuatlah akta oleh Pengadilan Agama yaitu yang disebut Akta pembagian warisan.
Yang menjadikan alasan bagi masyarakat Surabaya dalam menyelesaikan pembagian waris di luar sengketa atau waris damai di Pengadilan Agama adalah untuk memperoleh akta komparisi, yang dianggap setara dengan akta notaris, dengan adanya akta komparisi ini dapat dijadikan bukti bahwa ia benar-benar sebagai ahli waris dari si pewaris atau orang yang telah meninggal dunia.
Fungsi dari Pengadilan Agama Surabaya adalah untuk mengayomi masyarakat yang mencari keadilan, hal ini telah dijelaskan dalam pasal 2 Undang-undang nomor 7 tahun 1989, yang berbunyi : Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang ini.
Selain berdasarkan pada undang-undang nomor 7 tahun 1989, tentang peradilan agama, pengadilan agama juga berpegang pada HIR yang telah menjadi hukum acara perdata positif serta kompilasi hukum Islam yang menjadi hukum terapan di dalam lingkungan peradilan agama yang disusun dan dirumuskan mencakup tentang hukum perkawinan, kewarisan dan perwakafan.
Menurut keputusan menteri agama Republik Indonesia nomor 733 tahun 1993 Pengadilan Agama Surabaya diklasifikasikan sebagaimana Pengadilan Agama Kelas IA.

3. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Surabaya
Struktur organisasi di lingkungan Pengadilan Agama mempunyai fungsi yang sangat penting guna mempertegas kedudukan dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing bagian, dengan demikian kelancaran daripada proses pelaksanaan peradilan tidak mengalami hambatan-hambatan, sesuai dengan KMA/004/SK/II/1992 tentang struktur organisasi Pengadilan Agama Surabaya.
Pimpinan Pengadilan Agama Surabaya terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua, adapun hakim yang menjalankan tugas kekuasaan kehakiman sebagaimana di atur dalam pasal 11 ayat 1 undang-undang nomor 7 tahun 1989 yang berbunyi : hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman, sebanyak 11 orang hakim yang dibagi menjadi 9 majelis. Tiap-tiap majelis terdiri dari seorang hakim ketua majelis, dan dua orang hakim anggota dibantu seorang panitera pengganti.
Tiap-tiap hakim mempunyai kode tertentu, ketua Pengadilan Agama ditandai dengan huruf A, wakil ketua Pengadilan Agama ditandai dengan huruf B, hakim-hakim ditandai dengan huruf dan angka di belakangnya yaitu C1 sampai C11, adapun panitera ditandai dengan D1 sampai D12, sedangkan panitera pengganti ada 6 orang ditandai dengan E1 sampai dengan E6. gambar struktur Pengadilan Agama sebagaimana terlampir.
B. Deskripsi Permohonan Pembagian Harta Waris di Luar Sengketa
Perkara ini berdasarkan pada penetapan berbentuk akta komparisi dengan nomor: 28/Komp/2005/PA.Sby. Di mana dua orang perempuan, saudara kembar, mengajukan permohonan pembagian harta waris di luar sengketa atau waris damai. Yang pertama adalah Hj. Sholeha binti Abdul Hadi (bukan nama sebenarnya), umur 43 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di Pilang Bangu Rt.08 Rw.03, Kelurahan Kemangsen, Kecamatan Balong Bendo, Kabupaten Sidoarjo yang kemudian disebut sebagai Pemohon I.
Dan seorang lagi sebagai Pemohon II bernama Atun binti Abdul Hadi (bukan nama sebenarnya), umur 43 tahun, agama Hindu, pekerjaan ibu rumah tangga, bertempat tinggal di jalan Trosobo Utama VI/E 16 Rt.20 Rw.05, Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo.
Adapun alasan-alasan mengajukan permohonan pembagian harta waris di luar sengketa adalah sebagai berikut :
1. Bahwa Pemohon I dan Pemohon II menerangkan bahwa seorang perempuan bernama Hj. Sari binti Markum, agama Islam, tempat tinggal terakhir di Kebonsari Tengah nomor 12 Rt.02 Rw.01 Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Jambangan, kota Surabaya telah meninggal dunia pada tanggal 02 April 2005 karena sakit.
2. Semasa hidup almarhumah Hj. Sari binti Markum pernah menikah dua kali, suami pertamanya bernama Hadi, dikaruniai dua orang anak masing-masing bernama Hj. Sholeha binti Abdul Hadi dan Atun binti Abdul Hadi , kemudian bercerai pada tahun 1963.
3. Bahwa kemudian Hj. Sari binti Markum menikah lagi dengan Hari (bukan nama sebenarnya), dan tidak dikaruniai keturunan, kemudian pada tanggal 02 Maret 1998, Hari suami kedua Hj. Sari meninggal dunia.
4. Bahwa dengan demikian ahli waris almarhumah Hj. Sari binti Markum adalah Hj. Sholeha binti Abdul Hadi dan Atun binti Abdul Hadi , sebagai anak kandung dari suami pertama
5. Bahwa selain meninggalkan kedua ahli waris tersebut di atas almarhumah Hj. Sari binti Markum juga meninggalkan harta peninggalan yang belum pernah dibagi waris, serta tidak pernah mempunyai hutang, harta peninggalan alamarhumah Hj. Sari binti Markum tersebut meliputi:
a. Sebidang tanah kosong (sawah) seluas 3735 M2, terletak di Kelurahan Pagesangan, Kecamatan Jambangan, Kota Surabaya sesuai dengan saat perjanjian jual beli di hadapan notaris Tantien Bintarti, SH., nomor 16.564/2001, tanggal 25 Mei 2001, atas nama Hj. Sari binti Markum .
b. Sebidang tanah seluas 227 M2, yaitu di atasnya berdiri sebuah bangunan rumah terletak di Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Jambangan, Kota Surabaya sesuai dengan Sertifikat Hak Milik No. 598 tanggal 21 Januari 2000 dan gambar situasi No.14293/1996, tanggal 04 Oktober 1996, atas nama Sari.
Pemohon I dan Pemohon II meminta pertolongan kepada Pengadilan Agama Surabaya untuk mengadakan pembagian warisan atas harta peninggalan almarhumah Hj. Sari binti Markum di luar sengketa atau secara damai berdasarkan hukum Islam atau sesuai dengan kehendak kedua Pemohon guna kepentingan balik nama. Dan untuk bahan penyelesaian permohonan, Pemohon I dan Pemohon II menyerahkan bukti-bukti surat dan menghadirkan saksi-saksi yang di bawah sumpahnya masing-masing mengaku bernama :
1. Pardi, umur 47 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, alamat Kebonsari II gang abadi nomor 18, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Jambangan, Surabaya.
2. Suratmi, umur 50 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat jalan Kebonsari tengah nomor 10, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Jambangan, Surabaya.

C. Prosedur Permohonan Pembagian Harta Waris di Luar Sengketa
Pengadilan Agama selain menerima perkara gugatan juga menerima permohonan di antaranya yaitu permohonan pembagian harta waris di luar sengketa atau waris damai, semisal yang diajukan oleh Hj. Sholeha binti Abdul Hadi dan Atun binti Abdul Hadi pada tanggal 03 Mei 2005 di Kepaniteraan Pengadilan Agama Surabaya. Sebelum mengajukan permohonannya ke Pengadilan Agama para Pemohon perlu memperhatikan serta mempersiapkan hal-hal berikut: pengantar lurah setempat, foto copy surat kematian pewaris, foto copy surat nikah pewaris, foto copy bukti hak milik dari pewaris, serta foto copy KTP dan KSK semua ahli waris atau akta kelahiran.
Setelah syarat-syarat itu terpenuhi maka para Pemohon dapat mengajukan permohonannya ke Sub-kepaniteraan permohonan waris damai dan akan dikenakan biaya perkara yang biasa disebut dengan surat kuasa untuk membayar (SKUM), biaya persekot waris damai untuk pendaftaran perkara dan biaya penyelesaian perkara waris damai. Setelah surat permohonan diajukan dan telah terdaftar dalam Register maka ketua Pengadilan Agama akan membuat penetapan Majelis Hakim (PMH) dan Majelis Hakim akan membuat penetapan hari sidang (PHS).
Tetapi dalam permohonan pembagian harta waris di luar sengketa atau waris damai ada beberapa pengecualian:
1. Tidak memerlukan panggilan-panggilan sidang sebagaimana perkara pada umumnya.
2. Tidak disidangkan secara resmi seperti perkara pada umumnya.
3. Tidak menggunakan putusan seperti pada putusan lainnya.
4. Merupakan akta resmi sebagai mana akta-akta yang lain, yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh Undang-undang.
Proses pemeriksaan dilakukan setelah semua syarat pengajuan permohonan terpenuhi, pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap: a). Kebenaran tempat tinggal (domisili) para Pemohon, Hj Sholeha binti Hadi dan Atun binti Hadi, hal ini untuk mengetahui pengadilan mana yang berkuasa dan berwenang terhadap seseorang dan lain sebagainya, b). Obyek waris berada, hal ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan harta peninggalan pewaris, Hj Sari binti Markum, c). Para Pemohon, hal ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran bahwa Pemohon adalah ahli waris yang sah menurut Hukum dan Agama, dan yang terakhir adalah; d). Saksi-saksi, pemeriksaan pada para saksi dilakukan untuk mengetahui apakah saksi-saksi tersebut dapat dijadikan saksi atau tidak.
Adapun syarat-syarat yang dapat menjadikan seseorang menjadi saksi adalah sebagai berikut ;
1. Telah berumur 15 tahun ke atas
2. Berakal sehat
3. Tidak ada hubungan keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lurus, kecuali Undang-undang menentukan lain.
4. Tidak ada hubungan perkawinan dengan salah satu pihak meskipun dalam keadaan sudah bercerai.
5. Tidak ada hubungan kerja dengan salah satu pihak dengan menerima upah.
Untuk tahap selanjutnya adalah proses pembuktian, dalam tahap ini bertujuan untuk memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa atau fakta yang diajukan ke pengadilan itu benar-benar ada dan terjadi, guna mendapatkan putusan atau penetapan hakim yang benar dan adil. Proses pembuktian permohonan pembagian harta waris di luar sengketa atau waris damai di dalam persidangan yang perlu di buktikan adalah surat kematian pewaris, Hj. Sari binti Markum, menunjukkan bukti-bukti barang milik dan menghadirkan dua orang saksi.
Prosedur penyelesaian perkara pembagian harta waris di luar sengketa ini adalah penyelesaian perkara yang dilakukan oleh Hakim Pengadilan Agama Surabaya yang bernama M. Syafi’ie Thoyyib, dan dibantu oleh Panitera Pengganti Pengadilan Agama Surabaya yang bernama Siti Aisyah di dalam ruang sidang. Dalam perkara ini hanya menggunakan hakim tunggal, tidak seperti perkara pada umumnya, karena perkara pembagian harta waris di luar sengketa hanyalah permohonan pembagian harta waris dari pihak yang membutuhkan bantuan, karena perkara pembagian harta waris di luar sengketa hanyalah permohonan pembagian harta waris dari pihak yang membutuhkan bantuan.
Oleh karena yang terlibat dalam perkara permohonan hanya Pemohon, yaitu Pemohon I dan Pemohon II, maka proses pemeriksaan permohonan hanya secara sepihak atau bersifat sederhana (ex parte) , yang hadir dalam proses pemeriksaan persidangan pun hanya Pemohon I dan Pemohon II. Tidak ada pihak lawan atau Termohon, pemeriksaan sidang benar-benar dilaksanakan dan bertujuan hanya untuk kepentingan Pemohon, baik Pemohon I maupun Pemohon II.
Adapun dilakukan dengan menggunakan metode ex parte yang bersifat sederhana, berdasarkan beberapa alasan, yaitu:
1. Hakim hanya mendengarkan keterangan dari Pemohon I dan Pemohon II sehubungan dengan permohonan.
2. Hakim memeriksa bukti-bukti surat dan saksi-saksi yang telah diajukan oleh Pemohon I dan pemohon II.
3. Tidak ada tahap replik-duplik dan kesimpulan karena tidak ada lawan atau Termohon.
Dalam persidangan, setelah memeriksa bukti-bukti yang ada maka selanjutnya hakim menerangkan dan menjelaskan kedudukan antara Pemohon I dan Pemohon II dalam ke ahli warisan dan siapa saja yang berhak memperoleh warisan dari almarhumah Hj. Sari binti Markum serta bagian-bagian yang akan diterima dari harta peninggalan Hj. Sari binti Markum tersebut.
Pemohon II (Atun binti Abdul Hadi) kedudukannya telah terhalang untuk menerima harta waris dari ibu kandungnya Hj. Sari binti Markum disebabkan Pemohon II mempunyai agama yang berbeda yakni agama Hindu. Akan tetapi Pemohon I (Hj. Sholeha binti Abdul Hadi) sebagai satu-satunya ahli waris dari almarhumah Hj. Sari binti Markum di hadapan Hakim menyatakan kerelaanya untuk memberikan seperdua atau setengah bagian atas harta peninggalan Pewaris kepada Pemohon II.
Tahap paling akhir yang dilakukan oleh pengadilan dalam proses penyelesaian perkara permohonan pembagian harta waris di luar sengketa atau waris damai adalah mengeluarkan produknya yang berupa penetapan setelah jelas bagi hakim tentang si pewaris, harta peninggalan, hal-hal yang bersangkutan dengan harta peninggalan, ahli waris serta permintaan para Pemohon kemudian Hakim membagi harta warisan tersebut.
Dalam pembagian harta waris di luar sengketa atau waris damai, hakim akan menawarkan kepada para Pemohon untuk memilih hukum yang akan dipakai, yaitu: murni menurut hukum Islam atau menurut kesepakatan mereka sendiri (kesepakatan para Pemohon).
Dalam perkara permohonan hakim hanya sekedar memberikan jasa-jasanya sebagai seorang tenaga tata usaha negara. Setelah ditetapkan dan dibagi oleh hakim dan ternyata para ahli waris atau para Pemohon menyetujuinya maka masing-masing membubuhkan tanda tangan di atas akta komparisi berikut saksi-saksi, hakim yang menetapkan perkara permohonan pertolongan pembagian harta waris, serta panitera pengganti yang mencatat jalannya persidangan.
Mengenai bentuk akta pembagian harta waris di luar sengketa atau waris damai secara singkat memuat nomor penetapan dan kepala putusan yang berisi kalimat “bismillahirrahmaanirrahim” diikuti dengan kalimat “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dan kemudian mengenai isi pokok permohonan.
Menurut Sulaiman selaku hakim di Pengadilan Agama Surabaya, hal penetapan ini menyerupai tetapi tidak sama dengan putusan declaratoir, yaitu suatu putusan yang bersifat menetapkan dan menerangkan saja. Menyerupai putusan declaratoir karena bersifat menetapkan dan menerangkan saja, tidak sama karena dalam perkara permohonan waris di luar sengketa atau waris damai ini disebut sebagai akta komparisi yang tidak mempunyai kekuatan eksekutorial/tidak mengikat, dan apabila di kemudian hari ada ahli waris yang tidak menerima penetapan ini maka bisa mengajukan permohonan lagi ke Pengadilan Agama dengan perkara yang sama.

D. Dasar Hukum Hakim dalam Menetapkan Akta Pembagian Harta Waris di Luar Sengketa
Adapun dasar pertimbangan hukum hakim dalam menetapkan perkara pembagian waris di luar sengketa atau waris damai di Pengadilan Agama Surabaya adalah sebagai berikut :
1. Pasal 236a HIR
”Atas permintaan sekalian ahli waris atau bekas isteri orang yang meninggal, maka diluar perselisihan pun pengadilan negeri memberi bantuan juga akan mengadakan pemisahan budel antara orang-orang bangsa Bumiputera yang beragama manapun juga, serta membuat aktenya”.

2. Pasal 107 ayat (2) undang-undang no.7 tahun 1989
”Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 236a Reglemen Indonesia yang diperbarui (RIB), Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44, mengenai permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan di luar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, diselesaikan oleh Pengadilan Agama”.

3. Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam
”Para ahli waris dapat sepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan setelah masing-masing menyadari bagiannya”.

4. Keterangan dari Pemohon I dan Pemohon II yang menyatakan bahwa keduannya adalah anak kandung dari pewaris yaitu Hj. Sari binti Markum yang telah meninggal dunia dari suami pertamanya, yang bernama Hadi.
5. Bahwa Pemohon I sebagai ahli waris dari almarhumah Hj.Sari menyatakan kerelaannya dihadapan hakim untuk memberikan seperdua atau setengah bagian dari harta peninggalan kepada Pemohon II.
Berdasarkan keterangan-keterangan yang didukung dengan alat bukti, baik alat bukti tertulis (surat) maupun alat bukti saksi, maka Hakim mengabulkan permohonan Pemohon I dan Pemohon II serta menetapkan akta pembagian waris di luar sengketa, yang disebutkan dalam akta komparisi dengan nomor: 28/Komp/2005/PA. Sby.

No comments:

Post a Comment