Monday, April 26, 2010

HADIST TENTANG RUJUK

HADIST TENTANG RUJUK
Makalah
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ Hadist Hukum Keluarga Islam 1“











Oleh

SYIFAUL QULUB

FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSYIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2008

PENDAHULUAN


Latar belakang
Setiap keluarga selalu berharap terciptanya kehidupan yang harmonis/sakinah mawaddah warahmah. Akan tetapi masih banyak yang belum bisa mewujudan hal itu, sehingga seringkali terjadi percerain dalam hubungan suami istri. Akan tetapi diberbagai ayat Allah telah memberi sinyal kepada sumai istri yang cerai/talak untuk melakukan rujuk(kembali).
Dengan adanya syariat tentang rujuk ini merupakan indikasi bahwa islam menghendaki bahwa suatu perkawinan berlangsung selamnya. Oleh karena itu, kendati telah terjadi pemutusan hubugan perkawinan, Allah SWT. Masih memberi prioritas utama kepada suaminya untuk menyambung kembali tali perkawinan yang nyaris terputus sebelum kesempatan itu diberikan kepada orang lain setelah berakhirnya masa iddah.
Rujuk merupakan hak suami selama masa iddah, karena tidak seorangpun yanga dapat menghapus hak rujuk. Kalau ada seorang laki-laki berkata tidak akan merujuk istrinya ia tetap masih tetap berhak merjukinya. Karena kemanapun istri itu berada selama masih dalam tanggungan iddah, suami masih punya hak untuk merujuknya karena dalam masa iddah itu suami masih mempunyai tanggunan untuk memberi nafkah.
Kita sebagai mahasiswa syari'ah yang mendalami ilmu tentang keluarga perlu dimengerti segala apa yang berkaitan dengan hukum keluarga khususnya rujuk. Dari itu dalam makala kami, akan kami kupas mualai dari ayat-ayat atau hadist tentang apa itu rujuk dan bagaimana dasar hukumnya.

Rumusan Masalah
a. Bagaimana Hadist tentang rujuk beserta kajian mufradatnya?
b. Bagaimana kajian sanad beserta biografi perawi hadist tersebut?
c. Bagaimana dalil Al-Qur'annya?
d. Apa saja rukun rujuk?
PEMBAHASAN

1. MATAN HADIST YANG BERKAITAN DENGAN RUJUK
حَدَثَنَا القَعْنَبِي عَنْ مَالِك عَنْ نَافِع عَنْ عَبْدِ الله ابن عُمَر اَنَّهُ طَلَّقَ اِمْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ على عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صلعم. فَسَأَلَ عُمَرُ ابْنُ الخَطَّابِ رَسُولَ اللهِ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا, ثُمَّ ليُمْسِكْهَا حَتَّى تَطْهُرَ ثم تَحِيْضَ ثم تَطْهُرَ ثم اِنْ شَاءَ اَمْسِكْ بَعْدَ ذَلِكَ وَاِنْ شَاءَ طَلِّقْ قَبْلَ أَنْ يَمَسَّ, فَتِلْكَ العِدَّةُ التي أَمَرَ الله ُاَنْ تُطَلِّقَ لَهَا النِّسَاءَ
Al-Qa’nabi bercerita kepada kami dari Malik dari Nafi’ dari Abdillah ibnu Umar, bahwa beliau mentalak istrinya sedang dia dalam keadaan datang bulan dimasa Rasul SAW. kemudian Umar Ibnu Al-Khattab menanyakan hal itu pada Rasul SAW, lalu Rasul bersabda: temui dia! Kemudian suruh merujuk kembali, kemudian biarkan istrinya sampai masa suci, kemudian menjalani masa haid, lalu masa suci, setelah itu jika ia mau, maka setelah itu, biarkan dia tetap menjadi istrinya, dan jika ia mau boleh mentalak sebelum digauli. Masa iddah inicmerupakan perintah Allah SWT. Jika mentalak istri-istrinya. (H. R. Abu Daud)

1. MUFRODAT
طلق امرأته : Mentalak istrinya (Aminah binti Ghiffar al-Nawwar)
مره فليراجعها : Perintah sunnah untuk merujuk kembali istrinya (menurut
golongan Abi Hanifah, dan Syafi’i serta Imam Ahmad)
ثم ليمسكها : Membiarkan istrinya tetap menjadi istri
قبل أن يمس : Sebelum digauli


2. KAJIAN SANAD

Hadits ini adalah hadits shohih dan sanadnya muttashil, dan rawinya tsiqqah.

3. BIOGRAFI PERAWI
1. Abdullah Bin Umar
Nama lengkapnya adalah Abdullah Ibnu Umar Ibnu Khattab Al-Quraisyi Al-Adawi Abu Abdurrahman Al-Makki Al-Madani. Beliau dilahirkan sebelum Nabi diutus menjadi Rasul. Beliau masuk islam ketika kecil. Ada yang mengatakan beliau telah memeluk islam sebelum ayahnya masuk islam, kemudian hijrah ke Madinah. Pada perang Uhud sempat ditolak untuk ikut perang, karena masih belia, yaitu umur 14 tahun. Selanjutnya, mulai perang Khandaq dan perang seterusnya, beliau selalu ikut serta.
Beliau menerima hadits Nabi melalui ayahnya, pamannya (Zaid bin Khattab), saudara perempuannya (Siti Khafshoh), Abu Bakr, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Sa’id, Zaid bin Tsabit, Shuhaib, Ibnu Mas’ud, Aisyah, Rafi’ Ibnu Khadij, dan lainnya. Orang-orang yang menerima riwayat darinya antara lain: anaknya, Bilal, Zaid, Hamzah, Salim, Ubaidillah, Umar, cucu dari anak laki-lakinya, Abu Bakr bin Ubaidillah, Muhammad bin Zaid, Nafi’ budaknya, As Salam budak Umar, Abu Salamah, Ibnu Abdurrahman, dan lain-lain. Kemudian dari beliau diriwayatkan oleh Nafi’ Muslim bin Jundub, Abu Mutsanna Muslim, Muslim bin Abu Maryam, Muslim bin Yannaq, Mus’ab bin Said bin Alwaqqash, Al-Muthalib bin Abdullah bin Hanthab, Mu’awiyah bin Qurrah, Maghra bin Al-Abdi, Mughits bin Sumai, Mughits Al-Hajazi, Mughirah bin Salman. 
Hadis yang diriwayatkan hampir menyamai jumlah hadits yang riwayatkan oleh Abu Hurairah, yaitu 2630 hadits. Beliau ini termasuk salah seorang al-Abadalah, yaitu sebutan bagi orang yang dipanggil Abdullah, yakni tiga yang masyhur dengan fatwanya, yaitu Abdullah Ibnu Abbas, Abdullah Ibnu Mas’ud.
Para sahabat berpendapat mengenai Abdullah Ibnu Umar:
Jabir: “Tidak ada seorang pun yang aku ketahui tentang dunia dan ia cendrung kepadanya, kecuali Ibnu Umar”.
Khafsah: “Aku mendengar Nabi SAW. bersabda bahwa Ibnu Umar adalah seorang pemuda Quraisy yang banyak mengetahui tentang dunianya. Juga Abdullah adalah seorang pemuda yang shalih”. Seperti halnya terdapat pada kitab Fadhail Ashab An-Nabi tentang manakib Abdullah Ibnu Umar.
Ibnu Musayyab: “Ia meninggal ketika ketika di bumi ini, tidak ada seorang pun yang mencintai pertemuan dengan Allah karena amalnya kecuali Ibnu Umar”.
Menurut Ibnu Zubair beliau meninggal pada usia 73 tahun, sedangkan menurut As’ad ia meninggal pada tahun 74 H. Beliau dimakamkan di Badiy Thawy pada pemakaman kaum Muhajirin.
2. Nafi’
Abu Abdillah Nafi’ hamba sahaya Umar Al-Madaniy. Beliau berdomisili di Madinah, dan wafat di sana pada tahun 117 H. Nafi’ termasuk dalam kalangan al-wasthi al-tabi’in.
Adapun beliau meriwayatkan hadits dari beberapa orang, diantaranya adalah, Aslam hamba sahaya Umar, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Hunain, dan lainnya. Sedangkan orang yang meriwayatkan hadits dari beliau, diantaranya adalah Abban bin Thariq, Ibrahim bin Said, Malik bin Anas, dan lainnya.
Tentang kualitas beliau dalam periwayatan hadits, tidak diragukan lagi ketsiqqahannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Yahya bin Mu’in, al-‘Ajli, an-Nasa’i, Ahmad bin Shalih.
3. Malik
Abu Abdillah Malik bin Anas bin Abi Amir al-Asbihi al-Humaiari. Beliau termasuk diantara golongan kibar al-tabi’in, dan bermukim di Madinah serta wafat di Madinah juga pada tahun 179 H.
Guru-guru beliau adalah Ibrahim bin Uqbah, Abu Bakr bin Umar, Nafi’, dan lainnya. Sementara murid-murid beliau adalah Ibrahim bin Umar, Ahmad bin Ismail, Malik bin Anas, dan lainnya.
Dalam periwayatan hadits, menurut Imam Syafi’i, beliau orang yang paling unggul untuk kemantapan haditsnya, serta dapat dijadikan hujjah. Imam Ahmad mengatakan, bahwa beliau adalah orang yang mantap dalam segala hal, dan tidak diragukan lagi hafalannya. Berikut pula menurut Muhammad bin Sa’ad, an-Nasa’i, dan Yahya bin Mu’in, beliau adalah rawi tsiqqah.
4. Abdullah bin Maslamah
Abu Abdirrahman Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab al-Qa’nabi al-Haritsi. Beliau bertempat tinggal di Madinah, dan wafat di Basrah pada tahun 221 H. Beliau termasuk dalam periode shughra al-atba’.
Diantara orang-orang yang diriwayatkan haditsnya oleh beliau adalah Aflah bin Humaid, Anas bin ‘Iyadl, Malik bin Anas, dan lainnya. Sedangkan orang yang memperoleh hadits dari beliau diantaranya adalah, Ahmad bin al-Hasan, Amr bin Manshur, Muhammad bin Ali, dan lainnnya.
Kapabilitas serta kredibelitas beliau dalam periwayatan hadits sudah dipastikan tsiqqah dan amanah, menurut mendapat para ulama hadits, diantaranya, Yahya bin Ma’in, Abu Hatim Al-Razi, Ibnu Hibban.

4. SYARAH HADITS
Hadist diatas berawal dari kisah abdullah bin umar yang menceraikan istrinya yaitu Aminah binti Ghiffar al-Nawwar di waktu haid kemudian oleh ayahnya yaitu umar bin khattab hal itu dalaporkan kepada rasulllah. Reaksi rasul ketika mendengar cerita umar adalah menyuruhnya untuk memerintahkan pada anaknya agar merujuk istrinya dan menunggu sampai dua kali suci dan satu kali haid jika memeng ingin mencerikannya atau meneruskan perkawinannya.
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwsasannya mentalak istri dalam keadaan haidh adalah dilarang oleh agama atau syariat, hal tersebut biasa dibuktikan dengan perintah rasulullah yang menyuruh abdullah bin umar via umar bin khattab u nti\uk merujuk istrinya yang notabene ia cereikan dimasa haid.
Hadist tersebut secara eksplisit menyinggung tentang pelaksanaan rujuk sebagaimana yng disinggung oleh taqiyuddin abu bakar dalam kifayatul akhyar bahwa hadist di atas menjadi rujukan dan dasar tentang pensayariatan rujuk.
Sedangkan menurut As-Syafi'i bahwa tenggang waktu yang di tentukan dalam hadist di atas itu adalah merupakan manifestasi dali nash al-Qur'an yamnh berbunyi tiga kali sucian sebagaiman yang dikutib oleh At-Thahawi. Lebih lanjut menurut As-Syafi'i bahwa filosofis dari penentuan itu adalah untuk mengetahui keadaan rahim sang istri.

5. DALIL AL-QUR'AN
وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ


"Dan suaminya berhak merjuknya dalam masa menanti.jika para mereka (suami itu) menghendak islah. Dan para wanita mempunnyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami. Mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinaya. Dan allah maha perkasa dan maha bijaksana. Talak (dapat dirujuk) itu dua kali. Oleh karena itu rujuklah (perempuan)itu dengan dagan cara yang baik atau cerailah (mereka) dengan cara baik pula".

6. Rujuk Dalam Hukum Fiqih
Secara etimologis, ruju' berasal dari kata raja'a yang artinya pulang atau kemabali. Secara terminologi, ruju' artinya kembalinya seorang suami kepada istrinya yang ditalak raj'i. tanpa melalui perkawinan dalam masa iddah. Syariat tentang ruju' ini merupakan indikasi bahwa islam menghendaki bahwa suatu perkawinan berlangsung selamnya. Oleh karena itu, kendati telah terjadi pemutusan hubugan perkawinan, Allah SWT. Masih memberi prioritas utama kepada suaminya untuk menyambung kembali tali perkawinan yang nyaris terputus sebelum kesempatan itu diberikan kepada orang lain setelah berakhirnya masa iddah.
Mengenehi pelaksanaan ruju', pendapat para ulama terbagi dalam dua golongan, baik mengenehi kesaksian ruju' atapun bentuk ruju' itu sendiri. Imam syafi'I berpendapat bahwa saksi dalam pelaksanaan ruju' itu wajib. Ia berdasar pada zahir surat Ath-Thalaq Ayat 2:

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ

Artinya:
"Apabila wanita-wanita tersebut telah sampai (habis) masa iddahnya hendaklah mereka dipegang dengan baik, (ruju') atau dipisahkan dengan baik dan (kedua peristiwa tersebut) hendaklah dipersaksikan oleh orang yang adil di antara kamu."
Menurut imam Syafi'i, zahir ayat tersebut menunjukan hal yang wajib, sedangan imam mailk mengatakan sebagai sunnah, karena persaksian itu berkaitan dengan hak suami.
Rujuk adalah hak suami selama masa iddah, karena tidak seorangpun yang dapat menghapus hak rujuk. Kalau ada seorang laki-laki yang berkata tidak akan merujuk istrinya ia tetap masih berhak merujuk istrinya. Allah berfirman:
وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ
"Suami-suami mereka lebih berhak untuk merujuknnya", (Q.S. 2, Al-Baqaroh)

Karena rujuk itu hak suami, maka istri tidak disyaratkan untuk ridho atau mengetahuinya dan tidak diperlukannya adanya wali. Rujuk adalah hak mutlak suami berdasarkan ayat diatas.meskipun demikian adanya saksi disunnahkan, karena dikawatirkan suami akan mengingkarinya, berdasarkan firman Allah:
وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ
"Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu". (Q.S. 65 Ath-Thalaq:2)
Ulama' sepakat bahwa suami yang telah menjatuhkan talaq satu atau talaq dua atas istrinya selagi istri yang di talaq tersebut masih dalam iddah meskipun istri enggan di rujuk.
Apabila sampai lepas iddah suami tidak merujuknya, maka istri menjadi lebih berhak atas dirinya, ia menjadi ajnabi, asing bagi suamiya. Ia tidak halal lagi bagi suaminya kecuali dengan di pinang lagi dan dengan akad nikah lagi, dengan wali, saksi dan mahar seperti lazimnya suatu akad nikah.
Seandainya suami kembali atau merujuk istrinya dimasa iddah, maka suami tidak terikat dengan ketentuan ketentuan nikah kecuali kesaksian atas rujuknya.
Para ulama mazhab sepakat bahwa, wanita yang dirujuk itu hendaknya beradadalam masa iddah dari talak raj'i. dengan demikian, wanita yang di talak ba'in sekalipun belum di campuri tidak tidak boleh dirujuk, sebab wanita tersebut tidak mempunyai iddah. Juga tidak di perbolehkan merujuk wanita yang ditalak tiga karena karena untuk kembali kepadanya di butuhkan seorang Muhallil. Demikian pula halnya dengan wanta di talak melalui khulu', karena sudah terputusnya taliperkawinan antara mereka berdua.
Mereka juga sepakat bahwa, rujuk bisa dilakukan dengan perkataaan(ucapan), namun mereka mengsyaratkan hendaknya kalimatnya tegas dan tidak di gantungkan pada sesuatu. Kalau si suai mengungkapkan rujuknya denagn disertai ta'liq misalnya dengan mengatakan "saya merujukmu jika kamu mau," maka rujuknya tidak sah. Berdasar iu, bila sesudah menyampaikan maksudnya tesebut tidak keluar tindakan atau ucapan yang tyegas yang membuktikan rujuknya hingga wanita tersebut menyelesaikan masa iddahnya, maka wanita tersebut menjadi wanita lain(bukan istri)baginya.

Yang di maksud ruju' mengembalikan istri yang telah di thalaq kepada perkawinan yang asal sebelum perkawinan yang asal sebelum di ceraikan.
Perceraian Ada Tiga Cara:
1. Thalaq tiga ini di namakan bain kubra' laki-laki tidak boleh rijuk lagi, tidak sah pula kawin lagi dengan bekas istrinya itu, kecuali apbila perempuan itu sudah nikah dengan orang lain serta sudah campur dan sudah di cearikan dan sudah habis pula iddahnya, barulah suami yang pertama boleh menikahinya lagi.
2. Thalaq tebus, di namakan bain sugra suami tidak sah rujuk lagi, tetapi boleh kawin kembali, baik dalam iddah ataupun sudah habis iddanya.
3. Thalaq satu atau thalaq dua dinamakan "thalaq raj'i", artinya sisuami boleh rujuk,(kembali) kepad istrinya, selama si istri masih dalan iddah.

7. HUKUM RUJU':
1. Wajib: terhadap suami yang mentalaq salh seorang istrinya, sebelum dia sempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang di thalaq.
2. Haram; apabila tejadi dari sebab rujuknya itu menyakiti si istri
3. Makruh; kalau terusnya pencaraian lebih baik dan berfaedah bagi keduanya ( suami-isteri)
4. Jaiz; (boleh) ini adalah hukum ruju'yang asli
5. Sunnah; jika yang di maksut suami untyuk memperbaiki keadaan istrinya , atau karena ruju itu lebih berfaeah bagi keduanya ( suami-istri)

8. RUKUN RUJU'
1 Isteri: di syaratkan menurut keadaan isteri bebrapa syarat:
 sudah di campuri, karena isteri yang belu di campuri apabila di thalaq, terus putus pertalian antara keduanya ,karena ieteri tidak mempunyai iddah bsebagaimana telah di jelaskan.
 Keadaan istri yang din rujuk itu tertentu.kalau suami mentalaq beberapa isterinya kemudian ia riju'kepada salah seorang dari mereka, dengan tidak di tentukan siapa yang di rujuknya maka rujuknya itu tidak sah.
 Keadaan thalaqnya thalaq raj'I, jikaia di thalaq sengan thalaq tebus atau thalaq tiga, aka ia tak dapat di riju'lagi
 Terjadinya ruju' itu sewaktu istri masih dalm iddah. firman Allah SWT, AL-Baqarah 228.
2. Suami: di syaratkan keadaan suami, dengan kehendaknya sendiri, artinya bukan di paksa.
3. Saksi; telah bertikai paham ulama' apakah saksi itu wajib menjadi rukun atau sunnat? Setengah mengatakan wajib yang lain mengatakan tidak wajib, hanya sunnat, firman Allah swt At-Thalaq.ayat 2:

4. Sighat (lafaz); sighat ada dua:
a. Dengan berterang-terangan, seperti dikatakakn:"saya kembali kepada istri saya". Atau: " saya rujuk kepada kamu"
b. Dengan jalan perkataan sendirian, seperti katanya: " saya pegang engkau", atau: saya kawin engkau" atau sebagainya tiap-tiap kalimat yang boleh dipakai untuk ruju' atau untuk lainnya.
Disyaratkan seghot itu perkataan tunai, berarti tidak di gantungkan dengan sesuatu. Umpamanya dikatakan: saya kembali kepadamu jika engkau suka" atau: embali kepadamu kalau si anu datang" rujuk yang digantungkan dengan kalimat duju'
Menegehi ruju', KHI memuatnya dalam BAB XVII tentang ruju' dari Pasal 163 sampai dengan Pasal 166, sedangkan tentang prosedur ruju' di atur dalam Pasal-Pasal 167 sampai Pasal 169 KHI.
Pasal 163 seorang suami dapat meruju' istrinya yang dalam masa iddah ruju' dapat dilakukan dalam hal-hal:
Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang jatuh tigakali atau talak yang dijatuhkan qabla dhuhul
Putusnya perkawinan berdasarkan putusn pengadilan denga aasan selain zina dan khulu'
Pasal i64 yaitu seorang wanita dalam iddah talak raj'i berhak mengajkan keberatan terhadap ruju' dario bekas suaminyadihadapan pegawai pencatat nikah disaksikan dua orang saksi
Pasal 163 yaitu ruju' dilakukan tanpa persetujuan pihak istri dapat dinyatakan tidak sah dengan putusan pengadilan.

9. CASH STUDY

KESIMPULAN

Hadist diatas yang diriwayatkan oleh Abu Daud, bahwa ada salah satu sahabat yang menceraikan istrinya tetapi dalam keadaan haid, maka permasalahan itu di laporkan oleh Umar kepada Rasul. Maka Rasul berabda temui dia Terus suruh rujuk kembali, tunggu ia sampai suci. Dan Hadits ini adalah hadits shohih dan sanadnya muttashil, dan rawinya tsiqqah.
Biografi Rowi
• Abdullah Bin Umar Nama lengkapnya adalah Abdullah Ibnu Umar Ibnu Khattab Al-Quraisyi Al-Adawi Abu Abdurrahman Al-Makki Al-Madani. Beliau dilahirkan sebelum Nabi diutus menjadi Rasul.
• Abu Abdillah Nafi’ hamba sahaya Umar Al-Madaniy. Beliau berdomisili di Madinah, dan wafat di sana pada tahun 117 H. Nafi’ termasuk dalam kalangan al-wasthi al-tabi’in.
• Abu Abdillah Malik bin Anas bin Abi Amir al-Asbihi al-Humaiari. Beliau termasuk diantara golongan kibar al-tabi’in, dan bermukim di Madinah serta wafat di Madinah juga pada tahun 179 H.
• Abu Abdirrahman Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab al-Qa’nabi al-Haritsi. Beliau bertempat tinggal di Madinah, dan wafat di Basrah pada tahun 221 H. Beliau termasuk dalam periode shughra al-atba’.
Dalil Al-Qur'an
وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Rukun ruju'
• Isteri
• Suami
• Saksi
• Sighat


DAFTAR PUSTAKA

Al-Abadi, Abi Thayyib Muhammad Syamsu Al-Haq Al-Adhim, Aunu Al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, tt)
Al-Husny, Taqiyuddin Abu Bakar, kifayah al-akhyar, (Surabaya: Maktabah Al-Hidayah, tt)
Al-Muzy, Jamaluddin, Tahdzib Al-Kamal Fi Asmai Al-Rijal, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1982)
Al-Sajjastani, Abi Daud Sulaiman Bin Al-Asy’ats, Sunan Abi Daud, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1996)
Hakim, Rahmat. Hukum Perkawinan Islam.(Bandung: CV Pustaka Setia,000).
H.S.A Al-Hamdani. Risalah Nikah. (Jakarta: Pustaka Amani, 2002)
KHI. Kompilasi Hukum Islam.
Mugniyah, Muhammmad Jawad, Fiqih Lima Mazhab. (Jakarta: Lentera)
Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam. (Jakarta: 1954)




No comments:

Post a Comment