Monday, April 26, 2010

KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM

KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM
MAKALAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas
Mata Kuliah
"Hukum Pidana II"


Oleh:
SYIFAUL QULUB

Dosen pembimbing,
Drs. Marjudi S.H


FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2007

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Kejahatan terhadap Ketertiban Umum menurut Surat Penjelasan dari Rancangan KUHP Belanda tidak langsung mengenai keamanan negara atau tindakan-tindakan alat-alat negara, dan tidak mengenai tubuh atau barang milik orang-orang tertentu, seperti pencurian, penipuan, dan sebagainya, tetapi merupakan bahaya bagi kehidupan masyarakat dan dapat menggangu tata tertib masyarakat. Maka dari itu muncul pendapat yang mengatakan bahwa kata-kata “Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum” mempunyai sifat yang kurang jelas (vaag) yang menurut sifatnya dapat diartikan dari arti yang lebih luas dari arti yang sebenarnya, dengan maksud bahwa pembentuk undang-undang memakai kata “Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum” untuk menyebutkan sekumpulan kejahatan yang sifatnya menimbulkan bahaya bagi ketertiban umum dan ketentraman umum. Namun dengan adanya alasan bahwa masyarakat atau negara tidak akan dapat tetap berdiri jika di dalamnya terdapat suatu ketertiban dan ketentraman, maka keputusan pembentuk undang-undang untuk mengatur sejumlah kejahatan yang sifatnya dapat menimbulkan bahaya bagi integritas kelangsungan dan keamanan negara berikut fungsi dan alat-alat perlengkapannya di dalam buku II Bab V KUHP di anggap sudah tepat.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud kejahatan terhadap Ketertiban Umum?
2. Bagaimana bentuk kejahatan Ketertiban Umum?
3. Apa yang dimakasud Pelanggaran Ketertiban Umum?








BAB II
PEMBAHASAN
KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM
(misdrijven tegen de openbare ord )

A. Pengertian
Kejahatan terhadap BAB II
PEMBAHASAN
ketertiban umum di dalam M.v.T (Memory Van Toelichting) diartikan dengan kejahatan yang sifatnya dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan masyarakat (maatschappelijke leven) dan yang dapat menimbulkan bagi ketertiban alamiah di dalam masyarakat (‘de natuurlijke orde der maatschappij). Adapun kejahatan yang diatur dalam Buku II Bab V bukanlah kejahatan yang secara langsung ditujukan terhadap:
a. Keamanan negara;
b. Tindakan-tindakan dari alat perlengkapannya atau
c. Tubuh atau harta kekayaan dari seseorang tertentu.
Sedangkan menurut Van Bemmelen dan Van Hattum bahwasanya kejahatan yang diatur dalam Buku II Bab V sebagai kejahatan terhadap berfungsinya masyarakat dan negara (Misdrijven tegen het functioneren van gemenschap en staat)
Simons mengatakan bahwa kata-kata “Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum” mempunyai sifat yang kurang jelas (vaag) yang menurut sifatnya dapat diartikan dari arti yang lebih luas dari arti yang sebenarnya, dengan maksud bahwa pembentuk undang-undang memakai kata “Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum” untuk menyebutkan sekumpulan kejahatan yang sifatnya menimbulkan bahaya bagi ketertiban umum dan ketentraman umum.
Keputusan pembentuk undang-undang untuk mengatur sejumlah kejahatan yang sifatnya dapat menimbulkan bahaya bagi integritas kelangsungan dan keamanan negara berikut fungsi dan alat-alat perlengkapannya di dalam buku II Bab V KUHP adalah sudah tepat, dengan alasan bahwa masyarakat atau negara tidak akan dapat tetap berdiri jika di dalamnya terdapat suatu ketertiban dan ketentraman

B. Bentuk Kejahatan Ketertiban Umum Beserta Unsurnya

1. Penodaan terhadap Bendera Kebangsaan, Lagu Kebangsaan, dan Lambang Negara
Setiap orang yang menodai Bendera Kebangsaan, Lagu Kebangsaan, atau Lambang Negara, negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Pasal 283.

2. Menyatakan Perasaan Tak Baik Terhadap Pemerintah
Hal ini sesuai yang telah tercantum dalam pasal 154 yang menyatakan bahwasanya,“ Barang Siapa yang menyatakan di muka umum perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah”
Dari rumusan tersebut hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif saja:
1. Di depan umum (in het openbaar) hal ini merupakan keadaan yang membuat pelaku dipidana (strafbepalende omstandegheid), sehingga bila si pelaku melakukannya tidak di depan umum, maka tidak terkena pidana. Dengan adanya syarat “di depan umum”itu, kiranya perlu diketahui bahwa perbuatan yang terlarang dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 154 KUHP itu tidak perlu dilakukan oleh pelaku di tempat umum (tempat yang didatangi oleh setiap orang) melainkan cukup jika perbuatan tersebut dilakukan oleh pelaku dengan cara sedemikian rupa, hingga pernyataannya didengar oleh publik.
Bila perbuatan tersebut dilakukan di tempat umum, akan tetapi ternyata tidak di dengar oleh publik misalnya dilakukan dengan berbisik, maka perbuatan tersebut tidak memenuhi unsur “di depan umum”, sehingga pelaku tidak dapat dipersalahkan telah melanggar larangan yang diatur dalam pasal 154 KUHP tersebut.
2. Menyatakan perasaan (dapat diartikan sebagai memberitahukan, menunjukkan dan menjelaskan yang dapat dilakukan dengan mengucapkan lisan saja, melainkan juga dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan) dengan:
a. permusuhan (vijandscahp);
b. kebencian (haat);
c. merendahkan (minachting).
3. Terhadap Pemerintah Indonesia (tegen de Regering van Indonesia).
Pasal 154a, merupakan lanjutan dari ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 154, oleh karena itu, perbuatan menodai bendera kebangsaan atau lambang negara RI, dikenai pidana penjara paling lama empat tahun atau denda tiga ribu rupiah.
Adapun Pasal 155 merupakan lanjutan dari Pasal 154 dengan melarang: menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan, sehingga kelihatan oleh umum, tulisan atau gambar yang isinya menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan tehadap Pemerintah Indonesia. Adapun maksimum hukumannya lebih ringan, yaitu empat tahun enam bulan atau denda tiga ratus rupiah. Sehingga mempunyai akibat tidak leluasanya pers Indonesia mengkritik pemerintahan Indonesia.
Unsur-unsur yang terkandung adalah:
1. Unsur Obyektif: Menyebarluaskan, mempertunjukkan secara terbuka, menempelkan secara terbuka, suatu tulisan, suatu gambar
2. Unsur Subyektif: Dengan maksud agar tulisan atau gambar itu isinya diketahui oleh orang banyak atau diketahui secara lebih luas lagi oleh orang banyak.
Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya, dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak adanya pemidanaan tetap, maka dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut. (Ps. 155 ayat 2).

3. Menyatakan Perasaan Tak Baik Terhadap Golongan Tertentu
Sebagaimana dimuat dalam pasal 156, yang menyatakan di muka umum dengan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap sesuatu atau golongan penduduk Indonesia.
Yang dimaksud dengan golongan dalam pasal ini dan berikutnya adalah, setiap dari bagian penduduk Indonesia yang mempunyai perbedaan dengan satu atau beberapa bagian lainnya dari penduduk berdasarkan suku, daerah (afkomst), agama (goldsdienst), asal-usul (herkomst), keturunan (afstamming), kebangsaan (nationaliteit) atau kedudukan menurut hukum ketatanegaraan (staatsrechttelijken toestand).
Unsur-unsurnya hanya terdiri dari unsur-unsur Obyektif, yaitu:
1. di depan umum;
2. menyatakan atau memberikan pernyataan;
3. mengenai perasaan permusuhan, kebencian (undang-undang tidak menjelaskan mengenai perasaan yang dimaksud, dan agaknya telah diberikan kepada para hakim untuk memberikan interpretasi mengenai hal itu secara bebas);
4. merendahkan; terhadap satu atau lebih dari satu golongan penduduk Indonesia.
Walaupun Undang-undang tidak mensyaratkan keharusan adanya unsur kesengajaan (opzet), kiranya sudah cukup jelas kalau tindak-tindak pidana tersebut harus dilakukan dengan sengaja.
Sedangkan ketentuan yang pidana yang diatur dalam pasal 156 ini pada dasarnya melarang orang:
1. Dengan sengaja di depan umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
Yang mempunyai unsur:
a. Subyektif : dengan sengaja
b. Obyektif: di depan umum, mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama di Indonesia.
2. Dengan sengaja di depan umum mengeluarkan perasaan di depan umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 157 merupakan lanjutan dari pasal 156, seperti pasal 155 yang merupakan lanjutan dari pasal 154.

4. Menghasut di muka Umum
Barang siapa di depan umum, dengan lisan atau denga tulisan menghasut orang untuk melakukan sesuatu tindak pidana, untuk melakukan kekerasan terhadap kekuasaan umum atau untuk melakukan sesuatu ketidaktaatan lainnya, baik terhadap suatu peraturan undang-undang, maupun perintah jabatan yang telah diberikan berdasarkan suatu peraturan undang-undang. (Ps. 160).
Unsur-unsurnya hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif, yaitu: mengahsut, dengan lisan atau tulisan, di depan umum, untuk melakukan sesuatu tindak pidana, untuk melakukan tindak kekerasan terhadapa kekauasaan umum, melakukan suatu ketidaktaan terhadap peraturan undang-undang maupun suatu perintah jabatan sesuai dengan undang-undang.

5. Menawarkan Bantuan untuk Melakukan Tindak Pidana
Barang siapa di depan umum menawarkan, baik dengan lisan maupun dengan tulisan, pemberian keterangan-keterangan, kesempatan atau sarana-sarana untuk melakukan sesuatu tindak pidana. (Ps. 162).
Unsur-unsurnya hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif, yaitu: menawarkan dengan lisan atau dengan tulisan, memberikan keterangan-keterangan, kesempatan atau sarana-sarana untuk melakukan suatu tindak pidana, di depan umum.
Perbuatan menawarkan dengan lisan atau tulisan di depan umum tidak berarti selalu dilakukan di suatu tempat umum, melainkan cukup dengan tawaran yang diucapkan dengan lisan itu dapat di dengar oleh publik, atau tawaran dengan tulisan telah dilakukan dengan sedemikan rupa, hingga setiap orang yang ingin membaca tulisan tersebut dapat membacanya.

6. Pembujukan (Uitlokking) yang gagal
Pasal 163bis memuat suatu tindak pidana yang dimaksudkan membujuk untuk melakukan tindakan pidana, tetapi tindakan pembujukan ini gagal, karena tindak pidana itu kemudian tidak terjadi. Diancam dengan hukuman maksimum penjara enam tahun, dengan pngertian, bahwasanya tidak akan dijatuhi hukuman lebih berat daripada percobaan untuk pidana yang bersangkutan, atau apabila percobaan (poging) ini tidak dikenai hukuman, tidak akan lebih berat daripada hukuman yang diancamkan kepada tindak pidana yang bersangkutan. Menurut ayat 2, peraturan ayat 1 tidak berlaku, jika tindak pidana itu atau percobaan yang dapat dihukum tidak terjadi karena hal yang bergantung pada kemauan si pelaku.

7. Tidak melaporkan akan adanya tindak pidana tertentu
Hal ini telah ditentukan pasal 164 dan 165
pasal 164:
“barang siapa mengetahui tentang adanya suatu pemufakatan untuk melakukan salah satu kejahatan, seperti yang dimaksudkan dalam pasal 104,107,108,113,115,124,187, dan 187bis KUHP, sedang dilakukannya kejahatan tersebut pada waktu itu masih dapat dicegah, dengan sengaja tidak memberitahukan secukupnya tentang hal tersebut kepada pejabat–pejabat kejaksaan atau kepolisian, ataupun kepada orang yang terancam, maka jika kejahatan itu kemudian benar-benar terjadi, dipidana dengan penjara paling selama-lamanya satu tahun dan empat minggu atau dengan pidana denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah”
Unsur pasal 164:
a. Subyektif: mengetahui adanya pemufakatan untuk melakukan salah satu kejahatan yang dimaksud dalam pasal 104, 106, 107, 108, 113, 115, 124, 187,dan 187bis, dan sengaja
b. Obyektif: tidak memberitahukan tentang hal tersebut pada waktunya dengan cukup kepada pejabat–pejabat kejaksaan atau kepolisian, ataupun kepada orang yang terancam.
Unsur pasal 165 (1)
a. Subyektif: sengaja dan mengetahui tentang maksud untuk melakukan salah satu kejahatan yang diatur dalam pasal 104, 106,107, 108, 110-113, 115-129, dan pasal 131, disertai dalam keadaan perang, pengkhianatan secara militer (yang hanya dapat dilakukan oleh seorang militer menurut KUHPMiliter), pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu, penculikan, pemerkosaan, kejahatan yang diatur dalam Bab VII sejauh kejahatan itu menimbulkan bahaya bagi nyawa, salah satu kejahatan dalam pasal 224-228,dan 250, dan salah satu kejahatan yang diatur dalam pasal 264 dan 275.
b. Obyektif tidak memberitahukan tentang hal tersbut pada waktunya dengan cukup kepada pejabat–pejabat kejaksaan atau kepolisian ataupun kepada orang yang terancam, dan pada saat di mana pelaksanaan dari kejahatan tersebut masih dapat dicegah.
Unsur pasal 165 (2)
a. Subyektif: sengaja dan mengetahui tentang telah dilakukannya suatu kejahatan dalam pasal (1).
b. Tidak melakukan pemberitahuan yang sama, pada saat dimana akibat-akibatnya masih dapat dicegah.
Mengenai kata “ kejahatan yang telah dilakukan”, harus dihubungkan dengan jenis kejahatan yang bersangkutan, apakah kejahatan itu merupakan “kejahatan formal” atau “kejahatan materiil” keamudian dihubungkan dengan kehendak undang-undang yang mengatakan bahwa pemberitahuan itu harus dilakukan “pada saat dimana akibatnya masih dapat dicegah”

8. Merusak keamanan di rumah (Huisvrede-Breuk)
Tindak pidana memasuki sebuah rumah atau sebuah ruangan yang tertutup atau yang dipakai oleh orang lain secara melawan hukum (dapat diartikan tanpa wewenang dan tanpa hak) yang telah diatur dalam pasal 167. Hal yang diatur di dalamnya sebenarnya hanya satu tindak pidana, yaitu gangguan terhadap kebebasan bertempat tinggal (huisvredebruk). Karena gangguan yang diterapkan dalam pasal tersebut, dapat dilakukan dengan cara yang berbeda, maka undang-undang juga telah memberikan akibat-akibat hukum yang berbeda bagi pelakunya.
Tindak pidana yang diatur dalam pasal 167 (1), hanya terdiri dari unsur obyektif, yaitu melawan hukum, memasuki dengan paksa, ke dalam suatu tempat tinggal (tempat tinggal yang diperuntukkan dan disusun sebagai tempat tinggal, hingga termasuk di dalamnya kendaraan yang dipakai atau diperuntukkan sebgai tempat tinggal), ruangan atau halaman tertutup, yang dipakai orang lain, berada di sana, tidak segera pergi setelah ada permintaan dari atau atas nama orang yang berhak.
Namun tidak dapat disangkal bahwa kata “memasuki dengan paksa” harus dilakukan dengan sengaja.
Sedangkan pasal 167 (2), menyebutkan beberapa peristiwa yang dapat disamakan dengan perbuatan “memasuki dengan paksa” sebuah tempat tinggal, ruangan, atau halaman tertutup yang dipakai oleh orang lain, yakni:
a. memasuki dengan melakukan pembongkaran atau pemanjatan
b. memasuki dengan kunci palsu
c. memasuki dengan memakai perintah atau seragam palsu
d. diketahui berada di sana pada malam hari, tanpa sepengetahuan terlebih dahulu dari orang yang berhak, dan keberadaannya bukan sebagai akibat dari kekeliruannya.

9. Memasuki ruangan dinas umum (Openbare Dienst)
Pasal 168, memuat suatu tindak pidana yang sama dengan pasal 167, hanya dengan perbedaan pada perbuatan dalam terhadap suatu ruangan yang dipakai untuk dinas umum, dan persamaan yang berhak pada pegawai negeri yang berkuasa di situ.
Dijelaskan dalam pasal lain tentang memaksa masuk kantor pemerintah yaitu:
Pasal 304
a. Setiap orang yang secara melawan hukum memaksa masuk ke dalam kantor pemerintah yang melayani kepentingan umum atau yang berada di dalamnya dan atas permintaan pejabat yang berwenang tidak segera pergi meninggalkan tempat tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.
b. Dianggap masuk dengan memaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang masuk dengan merusak, memanjat, atau dengan menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu, pakaian dinas palsu, atau yang dengan tidak setahu lebih dahulu pejabat yang berwenang serta bukan karena kekhilafan masuk dan kedapatan di dalam tempat tersebut pada malam hari.
c. Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.

10. Turut serta dalam perkumpulan terlarang
Pasal 169, memuat suatu tindak pidana:
Ke-1: turut serta dalam perkumpulan yang bertujuan untuk melakukan kejahatan. Perkumpulan dalam pengertian ini adalah, perkumpulan yang terlarang oleh suatu peraturan umum, dan perkumpulan yang punya maksud untuk melakukan kejahatan-kejahatan, seperti pencurian, pencopetan, atau penyelundupan barang-barang ekspor dan impor.
Ke-2: turut serta dalam suatu perkumpulan yang bertujuan untuk melakukan pelanggaran.
Yang dimaksud turut serta, menurut Prof. Noyon-Langemeijer, yakni: masuk sebagai anggota, memberi sumbangan, melakukan propaganda, dan atas permintaaan berbicara dalam pertemuan (menghadiri saja tidak masuk dalam pengertiannya) .
Ke-3: yang diatur dalam pasal 169 (3), merupakan keadaan yang memberatkan pidana. Adapun keadaan yang dimaksud adalah, keadaan pribadi pelaku sebagai pendiri dan pengurus perkumpulan yang dimaksudkan dalam pasal 169 KUHP.

11. Menggangu ketentraman
Pasal 172, menyebutkan, bahwa barang siapa dengan sengaja mengganggu kesejahteraan dengan mengeluarkan teriakan-teriakan atau tanda-tanda palsu, dapat mengakibatkan ancaman tindak pidana sesuai dengan yang diatur dalam pasal ini.

12. Mengganggu dan merintangi rapat umum, upacara agama dan upacara penguburan jenazah
Hal ini, sesuai dengan undang-undang yang telah diatur dalam pasal 173 (dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi rapat umum yang diizinkan, 174 ( sengaja mengganggu rapat umum yang dizinkan dengan jalan menimbulkan kekacauan atau suara gaduh), 175 (kekerasan atau ancaman merintangi pertemuan agama yang bersifat umum, upacara agama dan jenazah), 176 (sengaja mengganggu agama yang bersifat umum, upacara agama dan jenazah).


13. Penguasaan dan Memasukkan atau Mengeluarkan ke atau dari Indonesia
Senjata Api, Amunisi, Bahan Peledak, dan Senjata Lain
Setiap orang yang tanpa hak memasukkan ke wilayah negara Republik Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan, memiliki, menyimpan, mengangkut, `menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia senjata api, amunisi dan/atau bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya, gas air mata, dan peluru karet, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Pasal 294
Setiap orang yang tanpa hak memasukkan ke wilayah negara Republik Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan, memiliki, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia senjata pemukul, penikam, atau penusuk, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun. Pasal 295

14. Penyadapan
Setiap orang yang secara melawan hukum dengan alat bantu teknis mendengar pembicaraan yang berlangsung di dalam atau di luar rumah, ruangan atau halaman tertutup, atau yang berlangsung melalui telepon padahal bukan menjadi peserta pembicaraan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II. Pasal 300
Setiap orang yang secara melawan hukum memasang alat bantu teknis pada suatu tempat tertentu dengan tujuan agar dengan alat tersebut dapat mendengar atau merekam statu pembicaraan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II. Pasal 301
Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki barang yang diketahui atau patut diduga memuat hasil pembicaraan yang diperoleh dengan mendengar atau merekam, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II. Pasal 302
Pasal 303 menjelaskan, Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II, setiap orang yang :
a. mempergunakan kesempatan yang diperoleh dengan tipu muslihat, merekam gambar dengan mempergunakan alat bantu teknis seorang atau lebih yang berada di dalam suatu rumah atau ruangan yang tidak terbuka untuk umum sehingga merugikan kepentingan hukum orang tersebut;
b. memiliki gambar yang diketahui atau patut diduga diperoleh melalui perbuatan
sebagaimana dimaksud pada huruf a; atau
c. menyiarkan gambar sebagaimana dimaksud pada huruf b.

15. Gangguan terhadap Benih dan Tanaman
Setiap orang yang tanpa wewenang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain, dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I. Pasal 323
(1) Setiap orang yang tanpa wewenang, membiarkan ternaknya berjalan di kebun, tanah perumputan, tanah yang ditaburi benih atau penanaman, tanah yang disiapkan untuk ditaburi benih, ditanami, atau yang hasilnya belum diangkut, milik orang lain atau yang oleh pemiliknya dengan secara jelas dinyatakan dilarang untuk dimasuki, dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I.
(2) Ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dirampas. Pasal 324
Setiap orang yang tanpa wewenang, berjalan atau berkendaraan di atas tanah pembenihan, penanaman atau yang disiapkan untuk itu, yang merupakan milik orang lain, dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I. Pasal 325

16. Tindak pidana mengenai kuburan atau mayat
Dalam hal ini, dijelaskan oleh pasal 178-181, disebutkan, bahwa:
1. seseorang sengaja menghalang-halangi atau merintangi jalan masuk ke dalam kuburan (178)
2. dengan sengaja dan dengan melanggar hukum merusak suatu makam atau suatu tanda peringatan di atas suatu kuburan
3. dengan sengaja dan dengan melanggar hukum mengeluarkan mayat dari kuburan atau mengambil, memindahkan, atau mengangkut mayat yang sudah dikeluarkan dari kuburan
4. mengubur, menyembunyikan, membawa pergi, atau meghilangkan mayat dengan maksud akan menyembunyikan matinya atau lahirnya orang itu.
Menurut Noyon-Langermeyer, tidak lagi ada mayat apabila ada tubuh seseorang yang meninggal sudah tidak berupa manusia, jadi sudah menjadi kerangka (garaamte). Sedangkan mumi, terdapat perbedaan pendapat antara Noyon dan Langermeyer. Menurut Noyon, mumi adalah mayat, seperti yang dimaksudkan dalam pasal-pasal tersebut. Sedangkan Langermeyer membuka kemungkinan bahwa mumi tidak merupakan mayat dalam pandangan suatu masyarakat modern.
C. Pelanggaran Mengenai Ketertiban Umum
Pelanggaran terhadap ketertiban umum adalah tindak pidana yang bermacam-macam sifatnya, dan yang tampaknya sukar dapat dimasukkan ke dalam titel-titel lain dari KUHP.
Bentuk-bentuk
a. Membuat ingar atau gaduh
Dalam pasal 503 adanya larangan:
1. Membuat ingar atau gaduh diantara orang-orang tetangga (rumoer of buren geructh), yang mengakibatkan dapat terganggunya ketenteraman malam (nachrust).
2. Membuat ingar di dekat rumah ibadat atau gedung pengadilan pada waktu dilakukan ibadat atau pemeriksaan perkara.
Yang dimaksud dengan ingar adalah membuat ramai di dalam rumah, sehingga orang-orang tetangga terdekat terganggu dalam ketentraman malam. Sedangkan gaduh diantara tetangga adalah membuat geger diantara agak banyak tetangga dalam suatu kelompok rumah. Akan tetapi ukuran jam berapa ketentraman malam berlangsung, menurut keadaan setempat.
b. Mengemis di tempat umum (Ps 504),
c. Mengembara dengan tidak mempunyai pencaharian atau gelandangan (505)
d. Mengambil untuk dari perbuatan cabul seorang wanita sebagai pekerjaan sehari-hari (ps. 506).
e. Memakai gelar palsu, tanda pengenal palsu, nama palsu, memakai pakaian seragam tanpa hak. (507,508, dan 508bis)
f. Mengadakan akad gadai secara gelap untuk barang-barang di bawah harga seratus rupiah itu dilarang (509).
g. Mengadakan pesta, keramaian umum, pawai tanpa izin yang berkuasa (510, 511).
h. Melakukan suatu pekerjaan tasnpa surat izin pemerintah (512, 512a)
i. Memakai barang orang lain tanpa hak (513)
j. Kewajiban pemberitahuan kepada yang berkuasa bagi orang yang pindah ke daerah lain (515).
k. Melakukan perhotelan gelap (516)
l. Transaksi pakaian seragam prajurit (517)
m. Larangan barang cetakan, logam beredar didalam negeri












PENUTUP/KESIMPULAN

Kejahatan terhadap Ketertiban Umum menurut Surat Penjelasan dari Rancangan KUHP Belanda tidak langsung mengenai keamanan negara atau tindakan-tindakan alat-alat negara, dan tidak mengenai tubuh atau barang milik orang-orang tertentu, seperti pencurian, penipuan, dan sebagainya, tetapi merupakan bahaya bagi kehidupan masyarakat dan dapat menggangu tata tertib masyarakat. Sedangkan Kejahatan terhadap ketertiban umum di dalam M.v.T (Memory Van Toelichting) diartikan dengan kejahatan yang sifatnya dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan masyarakat (maatschappelijke leven).
Bentuk Kejahatan Ketertiban Umum Beserta Unsurnya
• Penodaan terhadap Bendera Kebangsaan, Lagu Kebangsaan, dan Lambang Negara
• Menyatakan Perasaan Tak Baik Terhadap Pemerintah
• Menyatakan Perasaan Tak Baik Terhadap Golongan Tertentu
• Menghasut di muka Umum
Pelanggaran Mengenai Ketertiban Umum
Pelanggaran terhadap ketertiban umum adalah tindak pidana yang bermacam-macam sifatnya, dan yang tampaknya sukar dapat dimasukkan ke dalam titel-titel lain dari KUHP.









DAFTAR PUSTAKA


-Noyon Langemeijer, Het wetboek I. hlm.596
-Van Bemmelen_Van Hattum , Hand-en Leerboek II, hlm.103
-Simons, Leerboek II , hlm.242
-Lamintang, Delik-delik Khusus, (Bandung, Sinar baru ,1986) hlm.432
-Wirjono Projodikoro, Tindak Pidana-pidan tertentu Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2003) hlm.156
-Lamintang, Delik-delik Khusus, (Bandung, Sinar baru ,1986) hlm.435
-Moeljatno, KUHP, (Bumi Aksara,1996), hlm.62
Noyon Langemeijer, Het wetboek I. hlm. 657.































- Langeimeijer, Noyon,Prof,Mr.T.J-Prof Mr.G.E, Het Wetboek Van Strafrecht, N.V. Uitgeversmaatschappij W.E.J Tjeenk (Willink: Zwolle, 1959)
- Bemmelen, Prof.Mr J.M. Van, Hand en Leerboek van het Nederlandse strafrecht I , S. Gouda Quint- D.Brouwer en Zoon, Arnehem, (Martinus Nijhoff,’s Gravenhage,1953)
- Hattum, Prof. Mr W.F.C., Van,Handen Leerboekvan het Nederlans Strafrecht 2 S. Gouda Quint-D.(Brouwer en Zoon: Arnhem,1954)
- Simons, Prof. Mr D. Leerboek van het Nederlands Straftrecht, Eerste, Zesde Druk, P.Nordhoff N.V.,(Groningen: Batavia,1937)
- Soesilo, KUHP serta komentar-komentarnya,(Bogor: Politeia, 1995)
- Projodikoro, Wirjono, Tindak Pidana-pidan tertentu Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2003)
- Lamintang, Delik-delik Khusus, (Bandung, Sinar baru ,1986)
- Moeljatno, KUHP, (Bumi Aksara,1996)
- Haeringen, DR C.B.Van, Kremers` Nederlans Woordenboek, G.B. van Goor Zonen’s Uitgevermatchschappij N.V., (‘sGravenhage- Jakarta,1950)
- Hazewinkel-Suringa, Mr,Inleiding tot de studie van het Nederlandse Strafrecht, de erven F. Bohn, (Harleem, Gebr. Belifante, s’Gravenhage, 1927)











No comments:

Post a Comment