Tuesday, April 27, 2010

EKONOMI KERAKYATAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka . bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimipin,serta menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi dan aka kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi. (QS; 28 ;5-6)
Memasuki era globalisasi sudah semestinya kita mempertanyakan seluruh proyek rainansance yang dimulai sejak abad ke 18 di Eropa Barat. Benarkah dunia semakin memperbaiki dirinya dan menghasilkan kemajuan.? The world we live in today is not one subyect to tight human mastery.? Manusia tak mampu mengendalikan dunia, tidak mampu mengendalikan sejarah dan terpuruk dalam ketidakpastian. Atas dasar ini tidaklah mengherankan bahwa banyak pemikir-pemikiran di era temporer misalnya Gidden (1998), Frijcrof Capra (2000), Akbar.S. Ahmad (1995), Al-Faruqi(1982) menolak tafsiran tafsiran yang dikemukan oleh kelompok Rainansence. Para pemikir tersebut terutama Gidden (1998) mengkritik tafsiran materialisme historis Karl Marx sebagai yang tidak realistik, ia juga mengkrik pandangan Saint Simmon kerena alasan-alasan yang sama. Para penganut teori ? industrial soceity? yang diangapnya terlalu optimis mengharapkan datangnya masyarakat industri bagaikan gelombang yang melenyapkan masyarakat tradisonal. Bersamaan dengan ini kita perlu mempertanyakan pandangan ekonomi kapitalis maupun sosialis.
Situasi makro dunia muslim tengah melewati salah satu masa yang paling krisis tetapi kreatif. Dibalik kehidupan umat muslim ada kebebasan politik dan keluwesan ekonomi, namun pola kehidupan yang dihegomoni oleh pemerintahan pasca-kolonialisme dan diperkuat oleh situasi modernisasi, westernisasi dan globalisasi.
Kebangkitan studi tentang ekonomi kerakyatan dalam perspektif Islam merupakan alternatif terhadap sistem politik ekonomi kapitalis yang telah mengalami kebuntuan untuk memberi ketentraman umat manusia. Sistem ekonomi yang dikembangkan di Barat menganut Demokrasi-Sekuler, Nasionalisme-Kedaerahan, Kapitalisme-Individualistik, dan Sosialisme- Kapitalisme.
Muncul disiplin ekonomi kerakyatan dalam perspektif Islam merupakan unsur sub-ordinat dari dunia global, atau paling kurang sebagai alternatif mengisi kekosongan ? jalan ketiga ? yang sampai dewasa ini masih absurd. Para Sarjana Muslim telah menukil aspek-aspek kajian ekonomi Islam dan sosial pada beberapa dekade ini. Kebuntuan ilmu ekonomi yang dikembangkan oleh Barat disebabkan Ilmu ekonomi dengan pendekatan reduksionis telah berimplikasi tejadinya fregmentasi dalam peradapan umat manusia. Para ahli ekonomi proyek ranaisance telah gagal mengetahui bahwa ekonomi hanyalah satu aspek dari suatu susunan ekologis dan sosial; suatu sistem hidup yang terdiri dari manusia dalam interaksi yang terus menerus satu sama lain dan dengan sumber daya alam lainnya, yang sebagain besar diantaranya berupa organisma hidup.
Kebuntuan-kebuntuan dalam sistem ekonomi Barat yang juga berseberangan dengan doktrin kitab suci Al-Qur^an yang mencela disequilibrium dan mencegah orang-orang melakukan bencana diatas bumi dengan tenggelam kedalam cara-cara dekanasi. Kebobrokan ekonomi secara makro di Nusantra tidak terlepas dari sistem ekonomi yang diterap oleh Barat yang menggunakan paradigma teori depedensi yang membuat peri-peri dikondisikan mengalami marginalisasi, untuk itu perlu diupayakan konsep yang filosofis dan teknis dalam wacana ekonomi kerakyatan dalam perseptif Islam supaya dapat terlepas dari belenggu hegomoni dunia kapitalis.
Sistem Makro Ekonomi : Islam VS Barat.
Apakah sistem ekonomi Islam itu sama dengan sistem ekonomi Barat (kapitalisme dan sosialisme) ? Dalam sistem ekonomi sosialis dalam beberapa hal ada kesamaan dengan sistem ekonomi Islam seperti mengatasi persoalan jaminan distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata antara golongan masyarakat, menghancurkan pranata ekonomi feodalisme, kesempatan pendidikan, pelayanan medis, Akan tetapi dibalik ini ada perbedaan-perbedaan, yakni :
Pertama; Sosialisme menitik beratkan usaha material manusia sebagai struktur, bertentangan dengan prinsip tauhid dalam Islam. Kedua; pandangan sejarah sosialisme yang berbeda dengan Islam. Irama kemajuan sosialisme dibawah pola sosialistis, terikat pada hukum dialektika. Dalam pandangan Islam irama kemajuan bergerak maju secara harmonis bahkan perbedaan jenis kelamin, warna kulit dan suku bangsa, tidak konflik melahirkan konsesus dalam dialiktika seperti dalam teori dialektika.(QS : 49; 13) Pada saat yang sama Islam mengakui bahwa jika dan bilamana hukum universal keseimbangan terganggu. Jika ini terjadi Islam tetap berpihak pada kaum miskin, lemah dan tertindas. (QS: 28:5-6) Bukan itu saja kitab suci Al-Qur’an telah memperingatkan dengan keras agar penguasa untuk menolong si miskin dari para penindas.(QS: 4 : 75) Dalam pandangan Islam sistem ekonomi yang ideal adalah sistem ekonomi kerakyatan yang mempunyai keselarasan sosial, dan berpihak pada civil soceity.
Ketiga konsep Islam mengenai manusia bebas, berlandaskan pada axioma kehendak bebas dan pertanggung jawaban, ini bertentangan dengan faham sosialis yang menganut faham kolektifitas yang memiliki sifat ektrem yang berlebihan. Konsep determinisme sejarah sistem ekonomi sosialis merendahkan derajat individu, konsekuensi pandangan ini manusia menjadi penggerak roda mesin sejarah, yang bergerak tanpa kenal lelah, dan hubungan manusia tidak tergantung pada kehendak manusia. Bagaimana dengan kapitalisme apakah sistem ekonomi kapitalisme sesuai dengan cita-cita Islam. Terkadang orang sering terjerumus pada argumentasi yang menyesatkan, kerena baik kapitalisme maupun Islam menolak sosialisme, maka kapitalisme dekat dengan Islam, ini adalah yang sangat keliru. Sistem ekonomi Islam menolak baik itu kapitalisme maupun sosialisme, kerena ia memeliki sistem tersendiri. Sistem ekonomi kerakyatan dalam perspektif Islam menolak teori yang mengagungkan penimbunan kekayaan tanpa batas yang merupakan sikap tidak berperasaan dalam masyarakat. Asumsi lain dari pandangan kapitalisme yang ditolak oleh sistem ekonomi kerakyatan Islam membenarkan penetapan upah yang eksploitatif untuk menjamin peningkatan produksi dan menekankan pelayanan yang penuh ketaatan dan rajin bagi para buruh sebagai keselamatan bagi kaum majikan.
Berbeda jauh dengan etika Islam yang tidak memperkenalkan eksploitasi terhadap si miskin oleh kaum kaya, ia juga tidak memberikan ampunan kepada orang yang memiliki tabungan dan investasi tanpa batas dengan tidak mempertimbangkan konsekuensi sosial dari tindakannya. Islam mengharamkan berfoya-foya, akan tetapi memuji sedekah sebagai sarana untuk mendistribusikan penghasilan, sekaligus untuk mencapai kebahagiaan spiritual. Kekayaan pribadi merupakan suatu amanat yang suci, yang harus dinikmati semuanya, terutama oleh kaum fakir miskin dan yang membutuhkan.
Islam menentang keras sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di Indonesia Perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalis yakni : Pertama : kapitalisme gagal mengejewantahkan kesatuan hidup dengan penekanan yang berlebihan-lewat mentalitas kapitalis- pada nilai material manusia mengorbankan aspirasi ruhaninya. Menurut Islam sikap semacam ini merupakan pengaburan usaha manusia dengan cara yang membahayakan yang harus dibelokkan untuk mewujudkan sifat teomorfisnya.(QS; 104:2-4) dan (QS: 18: 46). Kedua : kapitalisme merusak kesetimbangan alam. Ia memperbolehkaan kekayaan yang terpusat pada segelintir orang; dengan alasan, bahwa hanya si kayalah yang berhak menabung dan melakukan investasi. Pranata kekayaan pribadi ini selanjutnya menciptakan lingkaran setan yang didalamnya kesempatan memperoleh kemajuan material lebih dahulu diraih oleh pemilik kekayaan hingga memperkokoh jaringan kepentingan pribadi, sehingga mempertajam jurang kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Kitab suci Al-Qur’an menolak daur tertutup kekayaan yang makin menyempit, dengan memberikan peringatan ? supaya kekayaan itu jangan beredar pada orang-orang kaya saja diantara kamu (QS: 59;7) . Islam menentang rezim kapitalisme yang menimbulkan ketidakadilan sosio-ekonomi yang merusak keseimbangan ekologis. Ketiga : Kapitalisme, mendukung kebebasan ekonomi manusia pada tingkat politis. Kebebasan yang seperti ini bukan kebebasan yang dianjurkan oleh Islam. Kebebasan ekonomi Islam merupakan kebebasan yang dibangun atas dasar kenyataan bahwa semua harta benda adalah milik Allah dan manusia menguasainya sebagai amanat dari-Nya,menunjuk kepada kekayaan kolektif. Keempat ; kapitalisme tidak menitik beratkan pada tanggung jawab kolektif dalam pengertian dan tingkat yang sama dengan Islam. Islam menolak mentah-mentah prilaku sosial yang tidak bertanggungjawab itu.
Sasaran Ekonomi Kerakyatan Dalam Perspektif Islam
Keadilan Sosial. Salah satu aspek dari hukum universal adalah kesetimbangan(al-adl, equilibrium), keadilan sosial merupakan sendi ekonomi kerakyatan Islam (QS: 7 : 29) . Implikasinya adalah jaminan kemerdekaan bagi individu dalam menghdapi penyalahgunaan kekuasaan, ekonomi, sosial atau fisik-oleh orang-orang yang memilikinya. Keadilan sosial dalam Islam juga berlaku atas semua bagian masyarakat dengan pertanggungjawaban yang disertai dengan kebebasan. Keadilan sosial bukan hanya keadilan ekonomi, keadilan sosial juga memerlukan suatu penyesuaian kekuasaan yang simultan dan sebanding, yaitu sebanding dengan struktur sosial-dalam semua aspek kehidupan manusia, yang menurut Islam membentuk tauhid yang tak tergoyahkan. Tak mungkin ada keadilan jika semua tidak sama dimuka hukum, meskipun sama dihadapan Allah (QS: 4:135) Agar dapat berhasil, keadilan harus dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari, yang harus terbebas dari perpecahan dan pertikaian (QS: 5:8) Orang tidak boleh dirampas hak asasinya (QS: 11:85) Terlebih-lebih, ketidaksamaan pendapatan dan kemakmuran tidaklah konsisten dengan cita-cita Islam, kerena ketidaksamaan ini mencerminkan ciri ketidakadilan dalam masyarakat. Karena dalam pandangan Al-Qur’an (kemakmuran) yang demikian itu jangan menjadi komoditi dikalangan orang-orang kaya diantara kamu. (QS: 59: 7). Dalam fenomena yang demikian tidak boleh hanya sekedar kalangan orang kaya saja ? dalam kekayaan mereka terkandung hak-hak orang fakir dan miskin. (QS: 51:19)
Konsep Keadilan sosial ada empat hal Pertama Pandangan Islam atas keadilan sosial dilandaskan pada prinsip bahwa semua yang ada di alam semesta ini adalah milik Allah (3 :180) Al-Qur’an mengamanatkan tidak boleh menimbun kekayaan secara pribadi secara berlebihan ( 3:180) dan (4: 29) Kedua menggalakkan mekanisme pendestribusian kembali pendapatan yang bersifat permanent (Built in).(QS: 6:165) Ketiga keadilan ekonomi kerakyatan Islam berakar pada keimanan manusia.(QS: 6: 82) ,(24: 56) ,(7: 56)
Secara filosofis konsep kerakyatan dalam Islam berlandaskan pada sesuatu yang memaksimumkan kebahagiaan manusia.(QS:55:54), (17:84) Menurut fitrahnya manusia itu bersifat theomorfis, akan tetapi mewujudkan potensi karunia Illahi ini manusia diwajibkan menuntut ilmu. Dalam kenyataannya, keunggulan manusia atas makhluk lainnya didasari ilmunya yang unggul. (QS:2:31) ,(QS: 5: 11) ,(QS: 39:9) ,(QS: 2:269) . Dalam kenyataannya, ilmu bermanfaat? hanya jika? ilmu-ilmu tersebut menyatukan kegiatan-kegiatan duniawi dengan kemungkinan-kemungkinan pengangkatan martabat ruhaniah- jadi siapa saja, perorangan ataupun kolektif, yang meningkatkan atau mempercepat proses menuntut ilmu yang bermanfaat, berarti telah berperan serta dalam rencana Allah.
Hal ini jelas bahwa masyarakat Islam sangat memandang penting ilmu dan tekhnologi; peningkatan sumber daya manusia adalah misi utama masyarakat muslim untu mewujudkan theomorfis kekhalifahannya di muka bumi. Didasarkan oleh inilah program peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah urgent dan krusial dalam masyarakat Islam. Program ini mesti diaplikasikan melalui program-program yang terencana. Kebijakan semacam ini adalah penting untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Sejauh mana keberhasilan pendidikan meningkatkan kesetimbangan akan sangat tergantung pada keberhasilan sistem ekonomi yang dianut oleh suatu masyarakat. Peningkatan sumber daya manusia tidak dapat didistribusikan secara serta merta tanpa adanya reformasi sosial ekonomi yang besar-besaraan untuk ditujukan untuk menciptakan keadilan sosial.
Dalam pandangan Islam pertumbuhan ekonomi merupakan satu sarana untuk menjamin tegaknya keadilan sosial secara kekal. Islam tidak memperkenankan generasinya terlalu miopik dalam memandang keadilan sosial. Islam memandang keadilan sosial adalah satu untuk dapat mengatasi stagnasi ekonomi. Dengan demikian kebijaksanaan pertumbuhan dalam perekonomian Islam harus ditujukan untuk menyeimbangkan antara kosumsi masa kini dan kosumsi masa yang akan datang. Secara teknis, pembuat kebijakan harus dapat memaksimalkan arus kosumsi pada priode tertentu
Dalam pandangan Islam kesejahteraan masyarakat tidak hanya pada kesejahteraan materi saja, melainkan juga kebahagian yang bersifat rohaniah adalah sangat penting. Islam menolak pola Revolusi Industri (1776) maupun pola pembangunan komunis (1917). Kerena, kedua model tersebut menitik beratkan penggarapan akumulasi modal secara eksploitasi. Dalam pandangan kedua model ini, pengorbanan manusia atas pertumbuhan ekonomi benar-benar melampaui batas. Pendistribusian pendapatan yang terbentuk dari kedua pola diatas telah menciptakan ketegangan-ketegangan sosial; ia telah mengarah kepada revolusi sosial besar-besaran.
Dalam upaya untuk menegakkan keadilan sosial diperlukan pertumbuhan ekonomi yang mapan mampu untuk menciptakan kontribusi maksimum? terhadap penciptaan kesempatan kerja yang baru. Dalam pemberdayaan ekonomi Islam tidak ditujukan untuk pencapaian full-employment yang mengorbankan efesiensi ekonomis.
Dalam perspektif ekonomi Islam, manusia adalah seorang homo economicus bukan dalam pengertian Max Weber tentang kepatuhan manusia pada kedaulatan hukum-hukum ekonomi yang mendominasi aktivitasnya. Konsep homo economicus dalam pandangan Islam adalah demensi duniawi yang terealisasi sepenuhnya jika dijalani secara moral dibawah bimbingan Tuhan, dengan rasa tanggung jawab terhadap alam, terhadap dirinya sendiri dan masyarakat. Pandangan Islam tentang kebaikan dan perlunya materi, yang merupakan pandangan unik diantara agama-agama atau ideologi yang ada di dunia ini, tidak ditujukan untuk keuntungan salah satu kelompok dengan mengecualikan kelompok-kelompok lainnya. Anjuran untuk bangkit, untuk mengubah kondisi material seseorang, untuk bekerja keras, dan mengusahakan kehidupan yang penuh kelimpahan, untuk memanfaatkan alam dan menikmati hal-hal yang baik yang diciptakan Tuhan, ditujukan kepada umat manusia.
Tata ekonomi Islam secara universal menitik beratkan pada prinsip Pertama; bahwa tak satu pun individu atau kelompok boleh mengekploitasi yang lain. Kedua tak satupun kelompok yang boleh mengasingkan atau memisahkan diri dari kelompok umat manusia lainnya dengan tujuan untuk membatasi kondisi ekonomi mereka. Allah SWT telah menciptakan manusia dengan tujuan agar mereka mengabdi kepada-Nya. Dia telah menjadikan mereka wakil wakil-Nya dimuka bumi, dan membuat segala sesuatu di alam semesta tunduk pada mereka. Allah dengan tegas memerintahkan manusia untuk mengembara di muka bumi, untuk mencari karunia-Nya, dan menikmati hasil-hasil alam. Dijadikan-Nya kerja, produksi pangan, reklamasi tanah, pembangunan desa-desa dan kota-kota, pemberian jasa, pengembangan budaya dan peradaban, reproduksi dan pendidikan manusia-laki-laki dan perempuan untuk melanjutkan, melestarikan dan menikmati hasil-hasil usaha manusia sebagai fungsi kekhalifahannya. Dan akhirnya, Dia menjadikan usaha tersebut menjadi ibadah, sebagai agama itu sendiri, sebagai raison detre ciptaan-Nya.
Keadilan sosial, penguasaan ilmu dan teknologi dan pertumbuhan ekonomi merupakan sasaran kebijakan pokok perekonomian Islam. Keadilan sosial menuntut pembasmian ketimpangan-ketimpangan pendapatan dan kemakmuran yang tidak ekonomis dan tidak bermoral. Proses ini akan banyak diperkuat oleh penciptaan kesempatan-kesempatan kerja baru dikalangan kelompok-kelompok yang ekonominya rendah. Selanjutnya yang diperlukan dalam peningkatan pemberdayaan ekonomi Islam adalah pendidikan universal, yang selanjutnya akan menentukan keadilan sosial. Pandangan Islam mengenai pertumbuhan ekonomi dikondisikan oleh Pertama tuntutan umum untuk mejamin dan mengamankan pendistribusian pendapatan secara adil, yang harus dapat menetapkan batas menimal dalam pertumbuhan ekonomi yang layak. Kedua Perlu mempertahankan equality antar generasi menetapkan batas atas bagi sumber yang dapat didistribusikan.
Dalam perspektif ekonomi Islam terkandung pada filosofi kewajiban yang gigih mengendalikan dan memperkuat tekanan ekonomi agar selaras dengan ketentuan filsafat moral Islam. Ekonomi Islam tidak mengajarkan kesenangan yang tidak bermoral. Dalam pemberdayaan ekonomi perlu redistribusi pendapatan dan kekayaan untuk meningkatkan kesejahteraan materil dan ruhani.

No comments:

Post a Comment