Tuesday, April 27, 2010

CERAI TALAK



A. Latar Belakang Masalah
Merupakan suatu tujuan yang diinginkan oleh Islam adalah langgengnya kehidupan perkawinan. Di mana akad yang diadakan adalah untuk selamanya dan seterusnya sampai meninggal dunia. Dengan tujuan agar suami isteri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung, menikmati naungan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya hidup dalam pertumbuhan yang baik.
Oleh sebab itu, maka dapat dikatakan bahwa “ikatan antara suami isteri” adalah ikatan paling suci dan paling kokoh. Tidak ada sesuatu dalil yang lebih jelas menunjukkan tentang sifat kesuciannya yang demikian agung itu, sehingga Allah sendiri yang menamakan ikatan perjanjian antara suami-isteri dengan “mi>s\a>qan gali>z\an” yaitu “perjanjian yang kokoh”.
Allah berfirman dalam surat an-Nisa>’ ayat 21:
...وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا .
“….Dan mereka (isteri-isteri) telah mengambil dari kamu sekalian perjanjian yang kuat” (An-Nisa>’: 21)

Juga disebutkan dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974, bahwa perkawinan itu adalah:
“…..Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Ikatan merupakan hal penting dari perkawinan, sehingga dapat menunjukkan bahwa menurut undang-undang ini, tujuan perkawinan bukanlah semata-mata untuk memenuhi hawa nafsu. Perkawinan dipandang sebagai suatu usaha untuk mewujudkan kehidupan yang berbahagia dan berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sehingga untuk maksud tersebut diperlukan adanya peraturan yang akan menentukan persyaratan yang harus dipenuhi untuk dilangsungkan perkawinan itu di samping peraturan tentang kelanjutan serta terputusnya perkawinan itu. Sebab, dengan tidak adanya peraturan tersebut, maka akan sukar dicapai apa yang menjadi tujuan utama dilangsungkannya perkawinan itu sebagaimana yang telah disebut di atas.
Islam juga memandang bahwa perkawinan adalah suatu hal yang sangat sakral untuk hidup bahagia yang dilandasi oleh rasa saling menghormati, saling menjaga rahasia masing-masing terutama bagi suami harus bisa menjadi pelindung bagi isteri, sehingga isteri merasa aman dan nyaman berada di samping suami yang selalu setia mendampingi.
Di samping itu anjuran Islam terhadap manusia yang sudah mampu dalam lahir dan batin untuk segera menikah adalah karena ia merupakan jalan yang paling sehat dan tepat untuk menyalurkan kebutuhan biologis (insting seks). Perkawinan (pernikahan) juga merupakan sarana yang ideal untuk memperoleh keturunan, di mana suami isteri mendidik serta membesarkan dengan penuh kasih sayang dan kemuliaan, perlindungan serta kebesaran jiwa. Tujuannya ialah agar keturunan itu mampu mengemban tanggung jawab, untuk selanjutnya berjuang guna memajukan dan meningkatkan kehidupannya.
Firman Allah SWT dalam surat ar-Ru>m: 21:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. ar-Ru>m: 21)

Selain merupakan sarana penyaluran kebutuhan biologis (insting seks), nikah juga merupakan pencegah penyaluran kebutuhan itu pada jalan yang tidak dikehendaki agama. Nikah mengandung arti larangan menyalurkan potensi seks dengan cara-cara di luar ajaran agama atau menyimpang. Itu sebabnya, agama melarang pergaulan bebas, gambar-gambar porno, nyanyian-nyanyian serta cara-cara lain yang dapat menenggelamkan nafsu birahi atau menjerumuskan orang kepada kejahatan seksual yang tidak dibenarkan oleh agama.
Firman Allah dalam surat al-Isra>’ ayat 32:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلاً .

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra>’: 32)

Untuk menjembatani hal di atas, maka Allah memilihkan cara yang lebih baik bagi manusia, yaitu untuk melakukan perkawinan guna berkembang biak dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap untuk melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Dalam hal tersebut Allah memberikan pasangan yang sejenis, yaitu manusia dengan manusia. Sesuai dengan firman Allah surat an-Nahl ayat 72:
وَاللهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللهِ هُمْ يَكْفُرُونَ .

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?" (QS. An-Nahl: 72)

Apabila kita lihat dari rumusan di atas, tentang masalah perkawinan dan pengertian perkawinan, maka ada beberapa kesamaan unsur dengan hukum perdata pada umumnya, ialah bahwa perkawinan adalah suatu perikatan atau perjanjian.
Karena janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam hukum perdata, sehingga orang yang mengadakan perjanjian dari awal mengharapkan agar janji itu tidak akan putus di tengah jalan. Namun apabila memang harus diputuskan atau terpaksa putus, maka ada sebab atau alasan yang dapat diterima oleh akal.
Sehingga demikian juga dengan perkawinan, bahwa di samping sebab atau alasan yang dapat diterima oleh akal, juga telah ditentukan terlebih dahulu sebab bolehnya sesuatu perkawinan itu diputuskan atau terpaksa terputus, yang dapat diartikan bahwa perkawinan itu haruslah berlangsung seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja.
Sebagai perjanjian, perkawinan mempunyai beberapa sifat:
1. Perkawinan tidak dapat dilangsungkan tanpa persetujuan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.
2. Akibat perkawinan, masing-masing pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu terikat oleh hak-hak dan kewajiban-kewajiban; ditentukan persyaratan berpoligami bagi suami-suami yang hendak melakukannya.
3. Ketentuan-ketentuan dalam persetujuan itu dapat dirubah sesuai dengan persetujuan masing-masing pihak dan tidak melanggar batas-batas yang ditentukan oleh agama.
Setiap manusia normal yang tumbuh dewasa dalam dirinya pasti mempunyai rasa tertarik kepada lawan jenisnya untuk melakukan hubungan seks atau hubungan kelamin. Apabila hubungan seks dilakukan di luar perkawinan, maka hubungan tersebut seperti yang banyak didengar di masyarakat dilakukan dengan teman, dengan pacar, dengan pelacur maupun terkadang dengan orang lain yang tidak dikenal. Bentuk hubungannya dapat berupa perzinaan dan perkosaan.
Adanya kenyataan di masyarakat mengenai hubungan luar nikah tentu tidak terlepas dari faktor yang mendorong terjadinya hubungan itu, salah satunya adalah cinta. Karena cinta adalah salah satu faktor yang paling banyak mempengaruhi terjadinya hubungan luar nikah. Apabila ada laki-laki dan perempuan yang sudah sama-sama jatuh cinta, pada umumnya mereka sering lupa daratan. Buktinya, bahwa demi cinta mereka rela mengorbankan apa saja yang dimiliki oleh dirinya masing-masing.
Oleh karena itu sudah lama kita sering mendengar ada sepasang manusia yang berpacaran melakukan hubungan badan. Juga sudah banyak mendengar ada pengantin perempuan yang sudah hamil. Bahkan ada pula perempuan yang belum kawin namun sudah melahirkan anak.
Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang hukum kawin hamil, dimana maz}hab Syafi’i berpendapat bahwa perempuan yang hamil hasil dari zina, maka diperbolehkan bagi laki-laki yang berzina dengannya atau orang lain untuk menikahinya. Dengan demikian kehamilan bukan menjadi penghalang untuk dilaksanakannya perkawinan, karena kehamilan tersebut dianggap tidak ada. Sehingga tidak menjadikan akibat apapun, misalnya tidak ada kewajiban ’iddah.
Sedangkan menurut maz}hab Hanafi, Hambali dan Maliki, jika perempuan yang dizinai hamil, maka dia tidak boleh dinikahi dan diwajibkan untuk ber’iddah sampai melahirkan kandungannya.
Dari pendapat diatas, di Indonesia membolehkan kawin hamil, sebagaimana terdapat dalam KHI pasal 53 bahwa perempuan yang hamil diluar nikah dapat dinikahi dengan pria yang menghamilinya tanpa harus menunggu sampai melahirkan kandungannya.
Dalam hal ini, di Pengadilan Agama Surabaya telah terjadi kasus perceraian yang mana sebelum suami mengajukan permohonan perceraian, suami isteri tersebut melakukan hubungan seksual di luar nikah. Hingga akhirnya perempuan tersebut hamil, kemudian keduanya melakukan perkawinan di saat perempuan dalam keadaan hamil.
Hingga akhirnya suami mengajukan permohonan talak, dan perceraian terjadi pada saat setelah anak dilahirkan. Sehingga hakim memutuskan perceraian tersebut berstatus ba’da dukhu>l.
Berdasarkan alasan diatas, maka penulis tertarik untuk membahas tentang “Studi Analisis terhadap Putusan Pengadilan Agama Surabaya No. 690/Pdt.G/2007/PA.Sby tentang Status Ba’da Dukhu>l (kasus Cerai Talak antara Pemohon dan Termohon yang Belum Pernah Melakukan Hubungan Suami Isteri)”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana proses putusan PA Surabaya tentang status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara pemohon dan termohon yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri)?
2. Apa dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam memutus status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara pemohon dan termohon yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri)?
3. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap putusan hakim PA Surabaya tentang status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara pemohon dan termohon yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri)?

C. Kajian Pustaka
Literatur yang membahas tentang status ba’da dukhu>l sampai sekarang ini belum ada yang meneliti, sedangkan mengenai qabla dukhu>l ada beberapa, yaitu berjudul “Kewajiban Suami Memberi Nafkah pada Bekas Isteri dalam Perkara Cerai Talak Qabla Dukhu>l (Analisis Terhadap Putusan PA Nganjuk)” yang ditulis oleh M. Atho’illah. Dimana pertimbangan hukum hakim PA Nganjuk memutuskan mewajibkan bekas suami memberi nafkah (ma>di}yah) pada bekas isteri dalam perkara cerai talak qabla dukhu>l. Karena setelah akad nikah sampai diputuskannya permohonan talak, suami tidak pernah memberi nafkah pada isteri sedangkan perceraian terjadi bukan karena kenusyuzan isteri.
Sedangkan yang berjudul “Analisis Hukum Islam terhadap Putusan PTA Surabaya (No. 128/Pdt.G/2005/PTA.Sby) dalam Kasus Cerai Talak Qabla Dukhu>l dengan Permintaan Kompensasi Materiil oleh Isteri” yang ditulis oleh Mohammad Hasanuddin. Bahwa hakim PTA Surabaya tersebut mewajibkan suami untuk memberi kompensasi materiil. Dengan alasan bahwa perceraian itu adalah kehendak suami, setelah menikah tidak terjadi dukhu>l, karena bukan kesalahan isteri namun kesalahan suami yang pergi meninggalkan isteri tanpa bertanggung jawab, karena pasangan suami isteri tersebut melakukan hubungan suami isteri sebelum menikah, dan pemberian mut’ah ini pada dasarnya adalah ganti rugi untuk pihak wanita yang telah mengeluarkan banyak biaya ketika mengadakan walimatul ‘ursy.
Berbeda dengan penelitian skripsi kali ini, bahwa penulis membahas tentang perceraian yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri sama sekali selama masa perkawinan, namun hakim memutuskan bahwa perceraian ini berstatus ba’da dukhu>l. Sehingga kajiannya menjelaskan tentang dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam memutus status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara pemohon dan termohon yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri) beserta implikasi hukumnya. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk mengkaji pembahasan skripsi ini.

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui deskripsi putusan Pengadilan Agama Surabaya mengenai status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara pemohon dan termohon yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri).
2. Untuk mengetahui dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam memutus status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara pemohon dan termohon yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri).
3. Untuk mengetahui ketentuan hukum Islam terhadap putusan hakim Pengadilan Agama Surabaya tentang status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri).

E. Definisi Operasional
Dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mencerna istilah-istilah pokok yang dipakai oleh penulis. Maka penulis perlu menjelaskan definisi-definisi terhadap istilah-istilah pokok yang nantinya berfungsi sebagai landasan operasional dalam penulisan skripsi ini. Dan tentunya terkait dengan judul ini, yaitu: “Studi Analisis terhadap Putusan Pengadilan Agama Surabaya No. 690/Pdt.G/2007/PA.Sby tentang Status Ba’da Dukhu>l (kasus Cerai Talak antara Pemohon dan Termohon yang Belum Pernah Melakukan Hubungan Suami Isteri)”.
Pemahaman tentang studi analisis, yaitu: menyelidiki, mengumpulkan data, dan mengolah data dari suatu fenomena kejadian untuk mengetahui apa sebabnya, bagaimana duduk perkaranya, dan bagaimana putusannya, yang dalam hal ini berkaitan dengan berkas putusan No. 690/Pdt.G/2007/PA.Sby tentang status ba’da dukhu>l.
Pemahaman tentang ba’da dukhu>l, yaitu: status yang diputus karena pertimbangan hakim dalam menilai bahwa dalam masa perkawinan terdapat hubungan suami isteri (persetubuhan) yang sudah pernah dilakukan oleh Pemohon dan Termohon. Namun dalam hal ini, kenyataannya berbeda, bahwa persetubuhan dilakukan diluar nikah.
Sedangkan pemahaman tentang cerai talak, yaitu perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu permohonan dari pihak suami yang diajukan ke pengadilan, agar pengadilan dapat mengabulkan permohonannya bahwa perkawinannya dengan isterinya diputus, dan perceraian itu terjadi dengan suatu putusan pengadilan. Dalam hal ini perceraian diputus pada tanggal 28 November 2007.

F. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi disiplin keilmuan secara umum, dan minimal dapat digunakan untuk dua aspek, yaitu:
1. Aspek teoritis, yang mana diharapkan dapat menambah ragam khazanah ilmu ke-Islaman, khususnya di bidang kekeluargaan Islam yang terkait dengan putusan status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara pemohon dan termohon yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri).
2. Aspek praktis, yang mana diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan penyusunan hipotesa untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan putusan Pengadilan Agama tentang status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara pemohon dan termohon yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri).
G. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang ditulis peneliti kali ini adalah penelitian lapangan (field research), dimana objek yang diperoleh berasal dari lapangan (kasus perkara yang ditangani oleh PA Surabaya). Sehingga peneliti menggunakan metode kualitatif, yaitu penelitian yang lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif atau induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.
1. Data yang Dikumpulkan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah:
a. Data yang terkait dengan cerai talak ba’da dukhu>l beserta implikasi (akibat) hukumnya.
b. Data yang terkait tentang dasar dan pertimbangan hakim dalam memutus status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri).
2. Sumber Data
Adapun sumber data yang diperoleh untuk penulisan ini adalah:
a. Sumber data primer, yaitu: hasil wawancara dari majelis hakim dan panitera Pengadilan Agama Surabaya, khususnya majelis hakim yang memutuskan perkara itu dan panitera sidang pada sidang perkara itu, serta dokumen-dokumen resmi (berkas perkara tersebut).
b. Sumber data sekunder, yaitu: literatur yang berhubungan dengan persoalan status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara pemohon dan termohon yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri), di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Nikah sebagai Perikatan, Achmad Kuzari.
2) Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, Penerj. Mohammad Thalib.
3) Fiqh Muna>kah}at, Abd. Rahman Ghazaly.
4) Sejarah Perkembangan Hukum Perceraian di Indonesia dan Belanda, Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan.
5) Sunan Abi> Da>wud juz 2, Ima>m H}Afit} Abi> Da>wud Sulaiman Ibn Asy‘as| As-Sajasta>ni.
6) Hukum Islam di Indonesia, Ahmad Rofiq.
7) Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, Kamal Muchtar.
8) Hukum Orang dan Keluarga, Soedaryo Soimin.
9) Hukum Perkawinan Islam, Ahmad Azhar Basyir.
10) Fiqh Lima Maz\hab, Muhammad Jawad Mughniyah, penerj. Masyhur A.B., Afif Muhammad, Idrus Al-Kaff.
11) Hukum Perkawinan Islam, Rahmat Hakim.
12) Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, Lili Rasjidi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan dua cara, yaitu:
a. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi di bidang pengetahuan; pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan (seperti gambar, kutipan, guntingan koran, dan bahan referensi lain). Dalam hal ini adalah mempelajari berkas-berkas perkara yang berkaitan dengan putusan No. 690/Pdt.G/2007/PA.Sby. dan bahan kepustakaan.
b. Wawancara (interview)
Wawancara adalah suatu proses tanya jawab secara lisan, yang mana dilakukan dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, dan dapat mendengarkan suaranya dengan telinganya sendiri.
Ada dua bentuk wawancara, yaitu:
1) Wawancara berstruktur, penulis terlebih dahulu harus menyusun daftar pertanyaan secara ketat.
2) Wawancara tidak berstruktur, yaitu tidak terikat oleh pertanyaan-pertanyaan, yang digolongkan menjadi dua, yaitu:
a) Wawancara terfokus, biasanya terdiri dari pertanyaan yang tidak memiliki struktur tertentu, namun selalu terpusat pada pokok tertentu.
b) Wawancara bebas, tidak mempunyai pusat, sehingga pertanyaan dapat beralih dari satu pokok ke pokok yang lain, akibatnya data yang terkumpul dari satu wawancara bebas dapat beraneka ragam.
Dalam hal ini, yang akan digunakan oleh penulis dalam melakukan wawancara adalah teknik wawancara terfokus. Karena penulis dalam mewawancarai menggunakan struktur pertanyaan tertentu dan selalu pada pokok permasalahan, yaitu para hakim dan panitera yang memutuskan perkara tentang status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara pemohon dan termohon yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri).
4. Teknik Analisis Data
Oleh karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka untuk menjawab semua rumusan masalah dalam skripsi ini yang berkenaan dengan putusan No.690/Pdt.G/2007/PA.Sby. tentang status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara pemohon dan termohon yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri) ialah dengan menggunakan teknik deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif.
Di mana pengertian dari teknik deskriptif analisis sendiri adalah menggambarkan secara menyeluruh dan mendalam terhadap landasan-landasan teori tentang serta ketentuan-ketentuan mengenai dasar hukum serta pertimbangan-pertimbangan hakim, juga aspek-aspek yang ikut mempengaruhi atau yang punya keterkaitan dengan masalah tersebut.
Dan kemudian dilogikakan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu metode analisis yang diawali dengan menggunakan teori-teori talak dan implikasi hukumnya, dalil-dalil yang umum selanjutnya dikemukakan dalam kenyataan yang bersifat khusus dari hasil riset dalam hal ini adalah Putusan Pengadilan Agama Surabaya No.690/Pdt.G/2007/PA.Sby. tentang status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara pemohon dan termohon yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri).

H. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini, penulis membuat sistematika pembahasan yang terdiri dari lima bab, yang mana masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang saling terkait satu sama lain, sehingga terbentuklah pembahasan yang integral. Untuk lebih jelasnya, maka dalam penelitian ini sistematika pembahasan diorganisasikan sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan, memuat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II: Tinjauan Umum tentang Talak, yang terdiri atas pengertian dan dasar hukum talak, alasan-alasan atau sebab-sebab melakukan talak, macam-macam talak ditinjau dari implikasi (akibat) hukumnya: boleh tidaknya rujuk kembali, waktu dijatuhkannya talak, pernah tidaknya berhubungan suami isteri selama perkawinan.
Bab III: Penyajian Hasil Penelitian, yaitu memuat putusan No.690/Pdt.G/2007/PA.Sby. tentang status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara Pemohon dan Termohon yang belum melakukan hubungan suami isteri), yang terdiri atas deskripsi umum Pengadilan Agama Surabaya, Struktur Organisasi Pengadilan Agama Surabaya, kompetensi pengadilan Agama Surabaya, dan deskripsi putusan perkara No.690/Pdt.G/2007/PA.Sby yang terdiri dari duduk perkara, dasar hukum dan pertimbangan hakim.
Bab IV: Analisis Hukum Islam, meliputi analisis terhadap dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara No. 690/Pdt.G/2007/PA.Sby. tentang status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara pemohon dan termohon yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri), dan analisis terhadap putusan No. 690/Pdt.G/2007/PA.Sby. tentang status ba’da dukhu>l (kasus cerai talak antara pemohon dan termohon yang belum pernah melakukan hubungan suami isteri).
Bab V: Penutup, yaitu kesimpulan dan saran.

No comments:

Post a Comment