Pada session kita tidak lagi membicarakan aswaja dalam dalam konteks pengkaderan, tetapi lebih diarahkan untuk melakukan desentralisasi Ahlussunah Waljamaah dalam konteks jawa timur.
Ketika kita mengupayakan desentralisasi, biasanya ada satu problem. Misalnya
1. aswaja terlalu sentralistik, sehingga tidak mampu diserap oleh kader yang memiliki kader yang berbeda.
2. kita tidak pernah mempertegas tentang arti manhajul fikr. Tradisi di PMII gemar mengadopsi istilah kontrofersial orang lain yang sulit diterjemahkan. Manhajul fikr dimunculkan pertama kali oleh Aqil Siraj tahun 1995. karena tidak ada kejelasan makna dan pemahaman, maka kita kesulitan untuk membrackdown, misalnya ketika menyusun aswaja dalam konteks ilmu politik, hokum dan sebagainya.
3. kita tidak pernah secara serius untuk merumuskan panduan kaderisasi sesuai dengan kondisi di lokal masing-maisng kader. Kita tidak pernah membahasakan istilah arab yang mengandaikan perbedaan masing-masing demografi kader.
Tiga hal ini harus kita selesaikan sebelum menyusun panduan pengkaderan yang bisa dipergunakan dalam konteks jawa timur.
Manhajul fakir sebagai apa :
Tawaran saya : aswaja sebagai ideology, tetapi batasannya hanya mau menghadirkan aswaja dalam setiap pengkaderan. Ini harus kita fungsikan, karena : pertama, kalau sebuah organisasi tidak mempunyai ideology itu akan bermasalah dan tidak bisa membangun melitansi. Kedua, kita a kan terjebak pada pluralisme semu, semua pintu dimasuki dan pada akhirnya berakibat pada tidak jelasnya mainstream gerakan PMII. Ideology sebagai perekat, dan di sisi lain ideology bisa menjadi mainstream gerakan dalam melihat dan menyikapi setiap fenomena yang berkembang.
Pembacaan kondisi demografis PMII di jawa timur :
Dari disiplin keilmuan : agama, hukum, Mipa, psikologi, pendidikan, informatika, fisip, pertanian, ekonomi, bahasa, kedokteran, dan lain-lain. Secara umum bisa diklasifikasi menjadi , agama, eksak, dan social di masing-masing daerah yang paling dominan adalah agama, hukum. Kemudian tugas berikutnya adalah mencari titik temu (menyambungkan) antara aswaja dan potensi demografis.
Apa yang harus kita lakukan pertama kali?
Aswaja di masing-masing level pengkaderan
Aswaja diberikan di mapaba untuk :
1. doktrin, berarti mengadaikan adanya proses indoktrinasi,
2. penanaman identitas
3. ideologisasi,
4. pendulang kader
5. pengenalan
ini akan mengerucut pada satu arah yaitu ideology, artinya aswaja itu diberikan sebagai ideology.
Aswaja diberikan di PKD untuk :
Secara umum PKD diarahkan pada (profile output) : kader pelopor :
1. Pemantapan ideology aswaja
2. Sebagai nilai
3. Penguatan skil
4. Pembekalan aswaja secara aplikatif
5. Pembentukan karakter
Aswaja diberikan di PKL untuk : aswaja lebih praksis
1. Menjadi desainer di masing-masing cabang
2. Menjadi intelektual di masing-masing cabang
Kalau profile output-nya sudah ketemu, maka yang harus dilakukan berikutnya harus mencari tema besar, tema kecil atau sub tema. Pendekatan (andragogis dan pedagogis), metodologi, proceding, waktu, dan synopsis.s
No comments:
Post a Comment