1.
Sahabat-sahabat yang terkenal sebagai Mufti atau Mujtahid adalah, Zaid bin Tsabit, Abd Allah ibn 'Abbas, Abd bin Mas'ud.
Abu Bakar adalah Khalifah pertama, hasil pemilihan di Tsaqifah bani Sa'dah, berikut diantara ijtihad Abu Bakar. Pertama: berkenaan dengan harta peninggalan nabi Muhammad Saw. Dalam al-Qur'an dikatakan bahwa ahli waris dapat menerima harta pusaka apabila yang mewariskan (Muwarits) meninggalkan harta, ketika Nabi Muhammad meninggal dunia, yang menjadi ahli waris adalah Fatimah.
Abu bakar meriwayatkan salah satu hadits dari Nabi Muhammad Saw yang berbunyi:
نحن معا شرالانبياء لانورث , ماتركناه صدقة
Artinya:
" Kami adalah sekalian para Nabi tidak mewariskan harta; harta yang kami tinggalkan adalah shadaqah ".
Khalifah yang kedua adalah Umar ibn Kattab yang dikenal sebagai sahabat yang banyak melakukan ijtihad dan sangat hati-hati dalam menerima hadits. Diantara ijtihad umar adalah: Pertama: pembagian harta pusaka yang dikenal dengan Ghar-rawain, yaitu suatu pembagian harta pusaka yang ahli warisnya adalah: suami, ibu, ayah atau ahli warisnya terdiri atas istri, ibu, dan ayah.
Pada dasarnya, bentuk dan corak peradilan dimasa Khalifah Umar sampai masa Daulah Bani Abbasyah adalah sama. Sumber hukum atau dalil yang digunakan pada zaman sahabat adalah al-Qur'an, Sunnah, Ijtihad (ra'yu). Ijtihad yang dilakukan ketika itu berbentuk kolektif, para sahabat berkumpul dan memusyawarahkan hukum suatu kasus. Hasil musyawarah sahabat disebut Ijma'.
Pada masa Khulafaur Rasyidin ini sangat penting dilihat dari perkembangan Hukum Islam karena dijadikan model atau contoh oleh generasi-generasi berikutnya, terutama generasi ahli Hukum Islam dizaman Mutakhir ini, tentang cara mereka menemukan dan menerapkan Hukum Islam.
Diriwatkan bahwa Umar pernah berkata kepada salah seorang Qadli sebagai berikut:
رد عنى الناس فى الدرهم والدرهمين
Artinya:
" Janganlah dibawa kehadapanku, kasus persengkataan yang bernilai satu atau dua dirham."
Maka pada masa khalifah umar ketika mengangkat pejabat-pejabat Qadli, beliau membatasi mereka, khusus tentang penyelesain persengketa harta benda (urusan perdata), tetapi perkara-perkara jinayah (Pidana) yang menyangkat hukum Qishash, atau had-had maka tetap menjadi wewenang khalifah dan penguasa-penguasa daerah.
Hakim dalam menghadapi suatu perkara, bila tidak mendapatkan dasar hukumnya dalam al-Qur'an dan Sunnah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar. Bila ternyata belum ada Yurisprudensi, barulah para hakim berijtihad. Oleh sebab itu, seorang Hakim haruslah seorang yang ahli Ijtihad.
Khalifah ketiga adalah Ustman bin Affan adalah bahwa istri yang dicerai suaminya yang sedang sakit yang kemudian suaminya meninggal dunia, maka istri mendapatkan harta pusaka, dalam waktu tunggu maupun tidak. Khalifah keempat adalah ali bin abi thalib berpendapat bahwa saksi bagi peminum khamr adalah 80 kali pukulan karena pelanggaran atau tindakan meminum kamr di-Qiyas-kan pada penuduhan zina.
Sahabat-sahabat yang terkenal sebagai Mufti atau Mujtahid adalah, Zaid bin Tsabit, Abd Allah ibn 'Abbas, Abd bin Mas'ud.
Abu Bakar adalah Khalifah pertama, hasil pemilihan di Tsaqifah bani Sa'dah, berikut diantara ijtihad Abu Bakar. Pertama: berkenaan dengan harta peninggalan nabi Muhammad Saw. Dalam al-Qur'an dikatakan bahwa ahli waris dapat menerima harta pusaka apabila yang mewariskan (Muwarits) meninggalkan harta, ketika Nabi Muhammad meninggal dunia, yang menjadi ahli waris adalah Fatimah.
Abu bakar meriwayatkan salah satu hadits dari Nabi Muhammad Saw yang berbunyi:
نحن معا شرالانبياء لانورث , ماتركناه صدقة
Artinya:
" Kami adalah sekalian para Nabi tidak mewariskan harta; harta yang kami tinggalkan adalah shadaqah ".
Khalifah yang kedua adalah Umar ibn Kattab yang dikenal sebagai sahabat yang banyak melakukan ijtihad dan sangat hati-hati dalam menerima hadits. Diantara ijtihad umar adalah: Pertama: pembagian harta pusaka yang dikenal dengan Ghar-rawain, yaitu suatu pembagian harta pusaka yang ahli warisnya adalah: suami, ibu, ayah atau ahli warisnya terdiri atas istri, ibu, dan ayah.
Pada dasarnya, bentuk dan corak peradilan dimasa Khalifah Umar sampai masa Daulah Bani Abbasyah adalah sama. Sumber hukum atau dalil yang digunakan pada zaman sahabat adalah al-Qur'an, Sunnah, Ijtihad (ra'yu). Ijtihad yang dilakukan ketika itu berbentuk kolektif, para sahabat berkumpul dan memusyawarahkan hukum suatu kasus. Hasil musyawarah sahabat disebut Ijma'.
Pada masa Khulafaur Rasyidin ini sangat penting dilihat dari perkembangan Hukum Islam karena dijadikan model atau contoh oleh generasi-generasi berikutnya, terutama generasi ahli Hukum Islam dizaman Mutakhir ini, tentang cara mereka menemukan dan menerapkan Hukum Islam.
Diriwatkan bahwa Umar pernah berkata kepada salah seorang Qadli sebagai berikut:
رد عنى الناس فى الدرهم والدرهمين
Artinya:
" Janganlah dibawa kehadapanku, kasus persengkataan yang bernilai satu atau dua dirham."
Maka pada masa khalifah umar ketika mengangkat pejabat-pejabat Qadli, beliau membatasi mereka, khusus tentang penyelesain persengketa harta benda (urusan perdata), tetapi perkara-perkara jinayah (Pidana) yang menyangkat hukum Qishash, atau had-had maka tetap menjadi wewenang khalifah dan penguasa-penguasa daerah.
Hakim dalam menghadapi suatu perkara, bila tidak mendapatkan dasar hukumnya dalam al-Qur'an dan Sunnah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar. Bila ternyata belum ada Yurisprudensi, barulah para hakim berijtihad. Oleh sebab itu, seorang Hakim haruslah seorang yang ahli Ijtihad.
Khalifah ketiga adalah Ustman bin Affan adalah bahwa istri yang dicerai suaminya yang sedang sakit yang kemudian suaminya meninggal dunia, maka istri mendapatkan harta pusaka, dalam waktu tunggu maupun tidak. Khalifah keempat adalah ali bin abi thalib berpendapat bahwa saksi bagi peminum khamr adalah 80 kali pukulan karena pelanggaran atau tindakan meminum kamr di-Qiyas-kan pada penuduhan zina.
No comments:
Post a Comment