A. Latar Belakang
Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan efektif merupakan dambaan setiap warga negara di manapun. Hal tersebut telah menjadi tuntutan masyarakat yang selama ini hak-hak sipil mereka kurang memperoleh perhatian dan pengakuan secara layak, sekalipun hidup di dalam negara hukum Republik Indonesia. Padahal pelayanan kepada masyarakat (pelayanan publik) dan penegakan hukum yang adil merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan dari upaya menciptakan pemerintahan demokratis yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, keadilan, kepastian hukum dan kedamaian (good governance).
Sebelum reformasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan diwarnai dengan praktek maladministrasi, antara lain terjadinya korupsi, kolusi, nepotisme, sehingga mutlak diperlukan reformasi birokrasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan, demi terwujudnya penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efesien, jujur, bersih, terbuka, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik hanya dapat tercapai dengan peningkatan mutu aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan, juga penegakan asas-asas pemerintahan umum yang baik.
Setalah reformasi bergulir, reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, yaitu kehidupan yang didasarkan pada penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang demokratis. Sejalan dengan semangat reformasi itu, pemerintah melakukan perubahan-perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan dan sistem pemerintahan Republik Indonesia. Perubahan yang dimaksud antara lain dengan membentuk lembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga pemerintahan yang baru. Salah satu diantaranya adalah Komisi Ombudsman Nasional atau juga yang lazim disebut Ombudsman Nasional. Lembaga ini dibentuk pada tanggal 10 Maret 2000, berdasarkan Keputusan Presiden No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional.
Pembentukan lembaga Ombudsman bertujuan untuk membantu menciptakan dan mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) melalui peran serta masyarakat.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, UUD 1945 dengan jelas membedakan cabang-cabang kekuasaan negara dalam bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang tercermin dalam fungsi-fungsi MPR, DPR dan DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga-lembaga negara yang utama (mains state organs).
Adapun selain itu, seperti Komisi Yudisial, Kepolisian Negara, Tentara Nasional Indonesia, Bank Sentral, Komisi Pemilihan Umum, Dewan Pertimbangan Presiden, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM), Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU), termasuk Ombudsman Republik Indonesia dan sebagainya adalah sebagai lembaga negara bantu (state auxiliary bodies).
Selama ini kita memang telah memiliki lembaga pengawas baik yang bersifat struktural oleh Inspektorat Jenderal, maupun fungsional yaitu Badan Pemeriksa Keuangan. Bahkan terdapat lembaga pengawas yang secara eksplisit dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan dan ataupun Bank Indonesia. Selain itu, juga ada terdapat organisasi non pemerintah ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat yang sekarang ini banyak tumbuh serta turut beraktifitas melakukan pengawasan atas pelaksanaan penyelenggaraan negara.
Akan tetapi kesemua lembaga itu memiliki catatan tersendiri sehingga mengecewakan masyarakat. Lembaga pengawas struktural yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal jelas tidak mandiri karena secara organisatoris merupakan bagian dari kelembagaan atau departemen. Pengawasan fungsional oleh Badan Pemeriksa Keuangan hanya sempit pada masalah pengawasan uang negara dan tidak menerima keluhan yang bersifat individual. Dewan Perwakilan Rakyat dengan fungsi pengawasannya kepada pemerintah lebih bersifat politis karena memang secara kelembagaan adalah lembaga politik dan tidak terlepas dari kelompok yang mereka wakili. Kemudian pengawasan yang dilakukan oleh LSM karena lembaga swasta dan kurang fokus sehingga sering ditanggapi “acuh tak acuh”. Oleh karena itu, keberadaan Ombudsman sebagai lembaga negara yang mandiri dan bebas dari kekuasaan manapun serta menerima pengaduan masyarakat sangat dibutuhkan.
Sebelum ada Komisi Ombudsman Nasional pengaduan pelayanan publik hanya disampaikan kepada instansi yang dilaporkan dan penegakannya sering dilakukan oleh pejabat yang dilaporkan sehingga masyarakat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Selain itu, untuk menyeleseikan pengaduan pelayanan publik, selama ini dilakukan dengan mengajukan gugatan melalui pengadilan. Penyeleseian melalui pengadilan tersebut memerlukan waktu cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu, diperlukan lembaga tersendiri yakni Ombudsman Republik Indonesia yang dapat menangani pengaduan pelayanan publik dengan mudah dan dengan tidak memungut biaya.
Setelah berlakunya Undang-Undang Ombudsman Republik Indonesia pada tanggal 7 oktober Tahun 2008, maka Komisi Ombudsman Nasional berubah menjadi Ombudsman Republik Indonesia. Perubahan nama tersebut mengisyaratkan bahwa Ombudsman tidak lagi berbentuk Komisi Negara yang bersifat sementara, tapi merupakan lembaga negara yang permanen sebagaimana lembaga-lembaga negara yang lain, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainya.
Pengaturan Ombudsman dalam Undang-Undang tidak hanya mengandung konsekuensi posisi politik kelembagaan, namun juga perluasan kewenangan dan cakupan kerja ombudsman yang akan sampai di daerah-daerah. Dalam undang-undang ini dimungkinkan mendirikan kantor perwakilan Ombudsman di daerah Propinsi, Kabupaten/Kota. Dalam hal penanganan laporan juga terdapat perubahan yang fundamental karena Ombudsman diberi kewenangan besar dan memiliki subpoena power (kekuatan memaksa), rekomendasi yang bersifat mengikat, investigasi, serta sanksi pidana bagi yang mengahalang-halangi Ombudsman dalam menangani laporan.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. Tugas Ombudsman adalah memeriksa laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Pengangkatan penguasa adalah untuk al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar. Karena kemaslahatan hamba tidak mungkin dicapai kecuali dengan al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar. Juga karena kemaslahatan kehidupan dan hamba itu harus dengan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itu hanya dapat dicapai dengan menegakkan al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar. Oleh karenanya, dalam Islam ada lembaga yang bertugas al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar atau dengan istilah lain melayani pengaduan masyarakat, yang mana masyarakat ini merasa kecewa dengan pelayanan pemerintah dan haknya sebagai warga negara tidak terpenuhi, lembaga ini dikenal dengan sebutan h}isbah.
Dalam sistem pemerintahan Islam, kewenangan peradilan (al-Qad{a) terbagi kedalam tiga wilayah, yaitu wilayat al-Maz}alim, wilayat al-Qad}a, dan wilayat al-H}isbah. wilayat al-Maz}alim adalah adalah suatu kekuasaan dalam bidang pengadilan yang lebih tinggi dari pada kekuasaan hakim dan kekuasaan Muh}tasib. Lembaga ini memeriksa perkara-perkara yang tidak masuk ke dalam wewenang hakim biasa. Lembaga ini memeriksa perkara-perkara penganiayaan yang dilakukan oleh penguasa-penguasa dan hakim-hakim ataupun anak-anak dari orang-orang yang berkuasa.
H}isbah adalah suatu tugas keagamaan, masuk ke dalam bidang amar ma’ruf nahi munkar. Tugas ini merupakan tugas fardlu yang harus dilaksanakan oleh penguasa. Oleh karenanya, penguasa harus mengangkat orang-orang yang dipandang cakap untuk tugas ini.
Dasar pendirian lembaga ini adalah firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 104 yang menyatakan:
•
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (Surat Ali Imran: 104).
Menurut al-Mawardi hisbah adalah “memerintah berbuat kebaikan jika jika kebaikan itu ternyata tidak dikerjakan, dan melarang kemunkaran jika ada tanda-tanda bahwa kemunkaran itu dikerjakan”. Oleh karenanya, menurut teori al-Mawardi, hisbah merupakan salah satu bentuk pengawasan bila terjadi pelanggaran terhadap suatu peraturan. Orang yang menjalankan tugas itu disebut Muh}tasib atau Wali H}isbah atau Nazir fi’l-h}isbah.
Dengan keberadaan Ombudsman Republik Indonesia yang semakin kuat landasannya yaitu UU No. 37 Tahun 2008, sehingga sama dengan lembaga-lembaga negara yang lain di Indonesia dan memiliki tugas dan wewenang yang lebih luas dari pada landasan hukum sebelumnya yaitu keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000. Penulis ingin meneliti lebih jauh posisi dan kewenanganya dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia ditinjau menurut Fiqh Siyasah, yaitu wilayat al-Maz}alim dan wilayat al-H}isbah dalam ketataranegaan Islam, yang mempunyai tugas mengawasi secara langsung pelanggaran hukum dan memiliki wewenang memberikan hukuman bagi pelanggar hukum. Untuk itu penulis memilih judul “TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGAWASI PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK (STUDI ANALISIS UU RI NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA).
B. Rumusan Masalah
1. Apa latar belakang dan dasar hukum berdirinya Ombudsman Republik Indonesia?
2. Bagaimanakah kedudukan dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik menurut UU RI No. 37 Tahun 2008?
3. Bagaimanakah tinjauan fiqh siyasah terhadap kedudukan dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia?
C. Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang hubungan topik yang akan diteliti melalui penelitian kepustakaan (bibliografy research). Dalam kajian pustaka ini, penulis belum menemukan penelitian atau tulisan yang secara spesifik membahas mengenai Analisis UU RI NO. 37 TH. 2008 Tetang Ombudsman Republik Indonesia.
Kajian tentang Ombudsman sebenarnya sudah pernah diteliti oleh Galang Asmara yaitu disertasinya pada tahun 2005 dengan tema “Kedudukan dan Fungsi Lembaga Ombudsman Ditinjau Dari Sistem Pemerintahan dan Sistem Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia”. Kemudian sebagian dari disertasi itu diterbitkan menjadi buku oleh LaksBang PRESSindo Yogyakarta pada tahun yang sama. Pembahasan dalam penelitian tersebut adalah kedudukan dan fungi Ombudsman yang masih berlandaskan hukum Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 Tentang Komisi Ombudsman Nasional.
Kedua adalah buku yang disusun oleh Antonius Sujata, SH. (Ketua Ombudsman Republik Indonesia), yang berjudul Ombudsman Indonesia, Masa Lalu, Sekarang dan Masa Mendatang, diterbitkan oleh Komisi Ombudsman Nasional pada Tahun 2002 di Jakarta. Buku ini menceritakan sejarah awal mula Komisi Ombudsman Nasional dibentuk, sampai dengan kiprahnya selama dua tahun di belantara Negara Hukum Republik Indonesia.
Ketiga merupakan skripsi yang ditulis oleh Binti Masrurah tentang Studi Komparatif Komisi Ombudsman Nasional di Indonesia Menurut Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 dan Hisbah Dalam Ketatanegaraan Islam, pada tahun 2006. skripsi ini lebih membahas persamaan dan perbedaan antara Komisi Ombudsman Nasional dengan Hisbah dalam ketatanegaraan Islam.
Penelitian ini merupakan penelitian yang baru karena dilakukan setelah Komisi Ombudsman Nasinal mempunyai dasar hukum Undang-Undang, yaitu UU RI No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Galang Asmara dalam disertasinya, Antonius Sujata dalam bukunya, maupun Binti Masruroh di atas, masih berlandaskan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional.
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui latar belakang dan dasar hukum berdirinya Ombudsman Republik Indonesia.
2. Untuk mengetahui kedudukan dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik menurut UU RI No. 37 Tahun 2008.
3. Untuk mengetahui tinjauan fiqh siyasah terhadap kedudukan dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia.
E. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik kepentingan teoritis maupun praktis.
Secara teoritis penelitian ini dapat berguna untuk menambah pengetahuan serta memperkaya khazanah keilmuan politik yang berhubungan dengan pemikiran politik Islam. Di samping itu diharapkan juga dapat berguna sebagai acuan kajian ilmiah atau sebagai hipotesis bagi penelitian selanjutnya.
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah pengetahuan masyarakat, untuk kemudian dijadikan pedoman pertimbangan masyarakat terutama orang muslim di indonesia tentang posisi dan kewenangan Ombudsman di Indonesia ditinjau dari fiqh siyasah.
F. Definisi Operasional
Untuk memahami judul penelitian ini, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami maksud yang terkandung maka peneliti menguraikan tentang definisi operasional sebagai berikut:
1. Fiqih Siyasah: merupakan salah satu aspek hukum Islam yang membicarakan pengaturan dan pengurusan kehidupan manusia dalam bernegara demi mencapai kemaslahatan bagi manusia itu sendiri.
2. Ombudsman Republik Indonesia: merupakan lembaga negara yang mempunyai wewenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta Badan Swasta atau Perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
3. Kewenangan: hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk bertindak atau melakukan sesuatu.
4. Pelayanan publik: kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara bertahap dengan cara mengakomodasi segala data yang terkait, diantaranya:
1. Data yang Dikumpulkan
Dalam penelitian ini data yang dihimpun adalah:
a. Data tentang latar belakang dan dasar hukum terbentuknya Ombudsman di Indonesia.
b. Data yang berkaitan dengan kedudukan dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia.
c. Data yang menjelaskan Undang-Undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
d. Data yang berkaitan dengan ketentuan wilayat al-Mazalim dan wilayat al-Hisbah tentang posisi, tugas, dan kewenangannya dalam ketatanegaraan Islam.
2. Sumber Data
Data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini dihimpun dari sumbernya yaitu:
a. Data Primer yaitu:
1. Al-Qur’an dan Hadits.
2. UUD Tahun 1945.
3. UU RI Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
b. Data Sekunder yaitu data yang mendukung dari pada sumber primer yang berupa buku, artikel maupun informasi yang berkaitan dengan masalah yang dibahas:
1. Antonius Sujata, dkk., Ombudsman Indonesia: Masa Lalu, Sekarang Dan Masa Mendatang, Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional, 2002
2. Budhi Masturi, Mengenal Ombudsman Indonesia, Jakarta: PT. Pradya Paramita, 2005
3. Galang Asmara, Ombudsman Nasional dalam Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia, Yogyakarta: Laksbang, 2005
4. Hasbi Asshiddiqie, Peradilan dan Hukum Acara Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997
5. Ibnu Taimiyah, Siyasah Syar’iyah, Terjemahan Rofi’ Munawwar, Surabaya: Risalah Gusti, 1999
6. Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, terjemahan Fadli Bahri, Jakarta: Darul Falah, 2007
7. Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007
8. Qualita Ahsana Vol. 1 No. 2: Oktober, Nur Mufid, Lembaga-Lembaga Politik Islam Dalam Al-Ahka As-Sultaniyyah Karya Al-Mawardi, Surabaya: Puslit IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1999
9. Sunaryati Hartono, dkk, Panduan Investigasi Untuk Ombudsman Indonesia, Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional, 2003
3. Teknik Pengumpulan Data
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian pustaka yaitu meneliti sumber-sumber pustaka yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode antara lain:
a. Reading, yaitu dengan membaca dan mempelajari literatur-literatur yang berkenaan dengan tema penelitian.
b. Writing, yaitu mencatat data yang berkenaan dengan penelitian.
4. Teknik Pengolahan Data
a. Editing, yaitu pemeriksaan data secara cermat dari kelengkapan referensi, arti dan makna , istilah-istilah atau ungkapan dan semua catatan data yang telah dihimpun .
b. Pengorganisasian data dengan cara menyusun dengan sistematis sesuai dengan paparan yang sesuai dengan rencana sebelumnya dengan melakukan perumusan deskripsi.
c. Melakukan analisa lanjutan terhadap hasil pengorganisasian dengan cara menggunakan kaidah-kaidah dan dalil sehingga diperoleh suatu deskripsi terkait dengan pokok permasalahan yang akan dibahas.
5. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisa data adalah metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode yang dipergunakan dengan jalan memberikan gambaran terhadap masalah yang dibahas dengan menyusun fakta-fakta sedemikian rupa sehingga membentuk konfigurasi masalah yang dapat dipahami dengan jelas.
Dalam menganalisis data tersebut pola pikir yang digunakan adalah pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif yaitu data yang diperoleh yang bersifat umum yang dianalisis untuk disimpulkan pada keadaan yang lebih khusus dan konkrit. Dalam skripsi ini dimulai dengan mengemukakan Ombudsman Republik Indonesia, kemudian memperhatikan permasalahan yang khusus tentang kedudukan dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus menurut fiqh siyasah.
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dibagi menjadi lima bab. Masing-masing bab akan diuraikan dalam beberapa sub bab yang dimaksudkan untuk mempermudah dalam menyusun dan mempelajarinya. Pada akhirnya dapat dicapai sasaran yang sesuai dengan tujuan pembahasan dalam penelitian ini. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II : LEMBAGA PENGAWASAN DAN PENGADUAN MASYARAKAT DALAM KETATANEGARAAN ISLAM
Bab ini menjelaskan tentang urgensi pemerintahan dalam Islam yang meliputi: teori kenegaraan dalam islam, tujuan dan tugas negara, wilayat al-Mazalim dan wilayat al-Hisbah yang meliputi: pengertiannya, sejarahnya, syarat-syaratnya, tugas dan wewenangnya serta sistem pengawasan di Indonesia.
BAB III : KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGAWASI PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
Bab ini menjelaskan Ombudsman Republik Indonesia meliputi: latar belakang dan dasar hukum dibentuknya Ombudsman Republik Indonesia, serta kedudukan dan kewenangannya dalam pengawasan di Indonesia menurut UU No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia.
BAB IV : TINJAUAN SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN FIQH SIYASAH TERHADAP KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGAWASI PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
Pada bab ini menjelaskan tentang tinjauan sistem pengawasan di Indosesia dan fiqh siyasah terhadap kedudukan dan kewenangan Ombudsman melalui pendekatan analisis UU RI No. 37 Tahun 2008 tetang Ombudsman Republik Indonesia.
BAB V : PENUTUP
Memuat kesimpulan yang merupakan rumusan singkat sebagai jawaban atas permasalahan yang ada dalam penelitian. serta saran-saran yang berkaitan dengan topik pembahasan skripsi ini.
No comments:
Post a Comment