Bab I
PENDAHULUAN
Pernikahan dan perwujudannya merupakan hasrat alami manusia yang terbaik dengan naluri. Hal ini merupakan salah satu berkah terbesar dari Allah, keinginan untuk membangun keluarga inilah yang menghindarkan kaum muda dari fantasi terhadap mimpi – mimpi yag tak masuk akal dan segala kecemasan bathin. Pernikahan dapat membuat mereka menemukan pasangan yang baik dan serta yang mau berbagi rasa dalam masa – masa susah dan bahagia.
Bila pasangan – pasangan itu sadar akan hak dan kewajiban serta tugas masing – masing dan mengerjakannya sesuai dengan kemampuannya, maka rumah tangga akan menjadi tempat menjalin persahabatan, tetapi jika ada konflik dalam keluarga, rumah tangga akan berubah menjadi penjara, itu semua akibat akan lalainya hak dan kewajiban mereka antara suami dan isteri dan juga sebagai faktor utamanya adalah ketidakpedulian suami dan isteri atas tugas masing – masing dan ketidaksiapan mereka memasuki jenjang kehidupan dalam pernikahan biasanya untuk melaksanakan suatu tugas, keahlian dan kesiapan melaksanakannya merupakan suatu syarat, jika seseorang kurang berpengalaman dan kurang siap maka tidak akan dapat mencapai tujuan yang dicita – citakan.
Apabila dalam pelaksanaan hak dan kewajiban masing – masing terlaksana secara terarah dan baik maka dapat dihindari permasalahan rumah tangga, namun jika hak dan kewajiban tidak dapat terpenuhi secara baik maka dapat terjadi keretakan dalam rumah tangga yaitu seperti halnya perceraian yang mana dapat menelantarkan status anak yang menjadi kewajiban suami atau istri.
Untuk itu kami mengangkat tema dengan bahasan “Hadlonah”, yang mana seorang isteri maupun suami masih mempunyai kewajiban untuk mengasuh anak dari buah pernikahan mereka sehingga anak hasil perkawinan mereka terpelihara dengan baik.
RUMUSAN MASALAH
Dalam sebuah pernikahan terdapat berbagai macam tujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah namun ketika suami dan isteri sah menjalin hubungan, menurut syari`at dan undang – undang perkawinan terdapat ketentuan – ketentuan yang mengatur jika terdapat perceraian antara suami dan istri yaitu terutama dalam hal mengasuh anak, sehingga timbul sebuah permasalahan :
1. Siapakah yang lebih berhak dalam mengasuh anak setelah terjadi perceraian ?
2. Bagaimanakah jikalau anak tersebut sudah mencapai tahap tamyiz ?
3. Terdapatkah dasar hukum dari UU yang mengatur tentang Hadlonah ?
Bab II
A. Pengertian Hadlonah
Menurut bahasa, Hadlonah yaitu meletakkan sesuatu dekat tulang rusuk atau di pangkuan. Sedangkan menurut istilah, Hadlonah yaitu pendidikan dan pemeliharaan anak sejak dari lahir sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat anak itu.
Para ulama fiqih mendefnisikan Hadlonah yaitu melakukan pemeliharaan anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan, atau yang sudah besar tetapi belum mumayyiz, menyediakan sesuatu yang menjadikan kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya, agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab setelah terjadinya putus perkawinan orang tuanya.
B. Dasar Hukumnya
Dari al-Qur`an :
يـاأيهاالـذينآمـنواقـواأنـفسكموأهـليكمنـاراوقودهـاالـناسوالحجارة..
(التحريم 6)
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu….. ”
Ayat ini menjelaskan tentang orang tua diperintahkan oleh Allah SWT untuk memelihara keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh anggota keluarganya itu melaksanakan perintah dan larangan Allah, termasuk anggota keluarga dalam ayat ini yaitu anak
وعـلي المـولود له رزقـهن و كـسوتـهن بـالمعروف . (البقرة 223)
“ Adalah kewajiban ayah untuk memberi nafkah dn pakaian untuk anak dan istrinya ”
Ayat diatas menjelaskan tentang kewajiban membiayai anak yang masih kecil bukan hanya berlaku selama ayah dan ibu masih terikat dalam tali perkawinan saja, namun juga berlanjut setelah terjadinya perceraian.
Sedangkan dari Hadist :
من فرق بين والدة وولدهـا فرق الله بينه و بين أحبته يوم القيامة { أخرجه الترمذي و ابن ماجه }
“Barang siapa memisahkan antara seorang ibu dengan anaknya, maka Allah akan memisahkan antara dia dan keaksih-kekasihnya pada hari kiamat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Para ulama menetapkan bahwa pemeliharaan anak itu hukumnya adalah wajib, sebagaimana wajib memeliharanya selama berada dalam ikatan perkawinan.
Terdapat juga dasar hukum dari UU :
Apabila terjadi perceraian dimana telah diperoleh keturunan dalam perkawinan itu, maka yang berhak mengasuh anak hasil perkawinan adalah ibu atau nenek seterusnya keatas. Tetapi mengenai pembiayaan untuk penghidupan anak itu termasuk biaya pendidikannya adalah menjadi tanggung jawab ayahnya.
Berakhirnya masa asuhan adalah pada waktu anak itu sudah bisa ditanya kepada siapa dan akan terus ikut. Kalai anak tersebut memilih ibunya maka si ibu tetap berhak mengasuh anak itu, kalau anak itu memilih ikut bapaknya maka hak mengasuh pindah pada bapak.
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian, khususnya mengenai pemeliharaan anak dan biaya pendidikannya, Undang – undang perkawinan mengaturnya didalam Pasal 41a dan b sebagai berikut :
a. Baik Ibu atau Bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata – mata berdasarkn kepentingan anak apabila ada perselisihan mengenai penguasaan aak – anak pengadilan memberi keputusan.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
C. Yang Berhak Melakukan Hadlonah
Apabila terjadi perceraian dimana telah diperoleh keturunan dalam perkawinan itu, maka yang berhak mengasuh anak hasil perkawinan adalah ibu, atau nenek seterusnya keatas. Alasannya adalah ibu lebih memiliki rasa kasih sayang dibandingkan dengan ayah, sedangkan dalam usia yang sangat muda itu lebih dibutuhkan kasih sayang sebagaimana disebutkan dalam hadist :
عن عبد الله ابن عمر أن امراة قالت : يـا رسول الله هذا كفي بطني له وعاء و حجري له حواء و ثديي له سقاء فزعم أبوه أنه احق مني فقال : أنت احق مالم تنكحي (رواه احمد و ابوداود و البيهقي و الحاكم و صححه )
“ Dan Abdullah bin Umar bahwasannya seorang wanita berkata : Ya.. Rasulullah, bahwasannya anakku ini perutkulah yang mengandungnya, asuhankulah yang mengawasinya dan air susukulah minumannya. Bapaknya hendak mengambilnya dariku. Maka berkatalah Rasulullah : Engkau lebih berhak atas nya (anak itu) selama engkau belum nikah (dengan laki – laki yang lain).”
Menurut hadist diatas dapatlah ditetapkan bahwa si Ibu dari anak adalah orang yang paling berhak melakukan hadlonah, baik masih terikat dengan perkawinan atau ia dalam masa Iddah Talak Raj`I, Talak Ba`in atau telah habis masa Iddahnya, tetapi ia belum kawin dengan laki – laki yang lain.
Bila anak telah dewasa atau mumayyiz, maka anak boleh memilih, antara si Ibu atau si Ayah. Hak pilih diberikan kepada si anak bila terpenuhi dua syarat yaitu :
1. Kedua orang tua telah memnuhi syarat untuk mengsuh bila salah satu memenuhi syarat dan yang stau lagi tidak,maka si anak diserahkan kepada yang memenuhi syaratbaik ayah maupun ibu.
2. Si anak tidak dalam keadaan idiot. Bila sianak dalam keadaan idiot, meskipun telah melewati masa kanak – kanak, maka ibu yang berhak mengasuh; dan tidak ada hak pilih untuk sianak.
KESIMPULAN
Menurut pengertian Hadlonah yaitu pendidikan dan pemeliharaan anak sejak dari lahir sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat anak itu.
Sedangkan dasar hukum terdapat 3 dasar yaitu dari al-Qur`an, Hadist dan Undang Undang yaitu pasal 41a dan b :
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” at-tahrim 6)
“Barang siapa memisahkan antara seorang ibu dengan anaknya, maka Allah akan memisahkan antara dia dan keaksih-kekasihnya pada hari kiamat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Pasal 41a dan b sebagai berikut :
a. Baik Ibu atau Bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata – mata berdasarkn kepentingan anak apabila ada perselisihan mengenai penguasaan aak – anak pengadilan memberi keputusan.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
Sedangkan yang berhak mengasuh anak hasil perkawinan adalah ibu, atau nenek seterusnya keatas. Alasannya adalah ibu lebih memiliki rasa kasih sayang dibandingkan dengan ayah, sedangkan dalam usia yang sangat muda itu lebih dibutuhkan kasih saying. Dan apabila si anak dalam tahap tamyis maka sianak mempunyai hak pilih.
Hak pilih diberikan kepada si anak bila terpenuhi dua syarat yaitu :
1. Kedua orang tua telah memnuhi syarat untuk mengsuh bila salah satu memenuhi syarat dan yang stau lagi tidak,maka si anak diserahkan kepada yang memenuhi syaratbaik ayah maupun ibu.
2. Si anak tidak dalam keadaan idiot. Bila sianak dalam keadaan idiot, meskipun telah melewati masa kanak – kanak, maka ibu yang berhak mengasuh; dan tidak ada hak pilih untuk sianak.
DAFTAR PUSTAKA Abd. Rahman Ghozaly, Fiqh Munakahat, Prenada Media.2003 hal 175, yang mengadopsi dari Zakiyah Daradjat, Ilmu Fiqh. Yogyakarta. Dana Bhakti Wakaf. 1995 jilid 2 Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Prenada Media. 2006. hal 328 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Dar al-Jiil Beirut 1989 hal. 526-527 Hasan.Tarjamah Bulughul Maram Ibnu Hajr al-`Asqolani. Pustaka Tamaam Bangil 2001. Kitabun Nikah
No comments:
Post a Comment