Saturday, May 1, 2010

lembaga hukum advokat

lembaga hukum advokat
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Krisis multidimensional yang dialami bangsa ini adalah akibat dari kekacauan hukum yang terjadi berlarut-larut di Indonesia. Dan lembaga penegak hukum yang seharusnya menjadi soko guru tegaknya hukum malahan seringkali menjadi sumber kekacauan hukum yang terjadi. Bentuknya adalah mafia peradilan yang menurut Daniel S.Lev adalah:
“After all a working system that benefits all its participants. In some ways, in fact, for advocates, who otherwise are excluded from the collegial releationships of judges and prosecutors, it works rather better and more efficiently than the formal system.”

Tidak dapat dipungkiri bahwa advokat pun secara langsung maupun tidak langsung turut menciptakan terjadinya mafia peradilan dan judicial corruption. Padahal dapat dipastikan bahwa posisi advokat dalam sistem hukum kita mempunyai peran yang vital dan krusial karena hanya advokatlah yang memiliki akses menuju keadilan dan penghubung antara masyarakat dengan negara melalui institusi hukumnya. Namun yang terjadi adalah bahwa sekarang profesi advokat lebih dikenal sebagai “broker” perkara yang berdiri tepat di antara kliennya dan aparat penegak hukum (hakim, jaksa dan polisi) sebagai pembeli dan penjual keadilan. Peran advokat yang seharusnya memberikan jasa hukum dan mewakili kliennya perlahan diganti dengan peran “mendekati” aparat penegak hukum agar perkara yang ditanganinya dapat dimenangkan dengan cara apa pun. Advokat yang seharusnya berperan secara konsisten menjembatani kepentingan masyarakat dalam sistem peradilan, justru turut terlibat dan menjadi bagian dari mafia peradilan dan judicial corruption.
Bagaimana dengan peran advokat? Peran apakah yang seharusnya diperankan advokat dalam proses penegakan hukum, mengingat advokat secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam mafia peradilan. Maka advokat memiliki kewajiban moral untuk ikut memastikan bahwa prinsip-prinsip peradilan yang baik telah terpenuhi dalam sistem hukum yang ada. Untuk memastikan bahwa peran itu dilaksanakan dengan baik oleh advokat dibutuhkan pengawasan. Tugas pengawasan ini merupakan tanggung jawab organisasi advokat karena eksistensi organisasi advokat erat kaitannya dengan sejauh mana fungsi-fungsi advokat dapat dijalankan oleh profesi tersebut.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian lembaga hukum advokat?
2. Bagaimanakah kedudukan hukum advokat ?
3. Apa saja tugas dan fungsi advokat?
4. Bagaimana perkembangan organisasi advokat di Indonesia?
5. Apakah yang dimaksud dengan bantuan hukum?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Advokat sebagai nama resmi profesi dalam sistem peradilan di Indonesia pertama-tama ditemukan dalam ketentuan Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili. Advokat itu merupakan padanan kata advocaat dari bahasa Belanda yakni seseorang yang telah resmi diangkat untuk menjalankan profesinya setelah memperoleh gelar meester in de rechten (Mr).
Lebih jauh lagi kata advokat secara etimologis berasal dari bahasa latin advocare, yang berarti to defend, to call to one, said to vouch or warrant . Sedangkan dalam bahasa Inggris advocate berarti : to speak in favour or depend by argument, to support, indicate, or recommanded publicly . Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia advokat disamakan dengan pengacara yang berarti pembela perkara, pendamping tergugat (terdakwa).
Secara terminologis terdapat beberapa pengertian advokat yang didefinisikan oleh para ahli hukum, organisasi, peraturan dan perundang-undangan yang pernah ada sejak masa kolonial hingga sekarang, seperti di bawah ini.
1. Black’s Law Dictionary, Fifth Edition: “To speak in favor of or defend by argument; one who assists, defends, or pleads for another; one who renders legal advice and aid and pleads the cause of another before a court or a tribunal, a counselor.”
2. Pada pasal 1 butir 13 Undang-Undang No 8 tahun 1981 tentang UU Hukum Acara Pidana, menyatakan bahwa : “Seorang penasehat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang-undang untuk memberikan bantuan hukum.”
3. Dalam Undang-Undang Advokat No 18 Tahun 2003 pada bab 1 pasal 1 ayat 1 disebutkan, bahwa : “Advokat adalah orang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini.”

B. Kedudukan Hukum Advokat
Pemberian jasa hukum yang dilakukan oleh advokat kepada masyarakat atau kliennya, sesungguhnya mempunyai landasan hukum yang kuat, baik yang bersumber dari hukum zaman kolonial maupun setelah masa kemerdekaan. Menurut Frans Hendra Winarta, perihal bantuan hukum termasuk di dalamnya prinsip equality before the law dan acces to legal councel, dalam hukum positif Indonesia telah diatur secara jelas dan tegas melalui berbagai peraturan dan perundang-undangan.
Berkaitan dengan pemberian bantuan hukum ini diatur dalam undang-undang dasar 1945, misalnya:
1. Pasal 27 ayat 1, menegaskan bahwa: “Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya.”
2. Pasal 34, menyatakan bahwa: “Fakir miskin dan anak terlantar merupakan tanggung jawab negara.”
Sampai tahun 2003 undang-undang di Indonesia yang mengatur advokat secara tersendiri dan menyeluruh belum dibuat di Indonesia. Peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan advokat hingga tahun 2003 diatur secara terpisah dalam berbagai peraturan, yaitu sebagai berikut:
1. Rechtelijke Organisatie/RO Staatsblad 1848 No 57 mengatur mengenai dasar-dasar, susunan, dan kekuasaan peradilan. Hoofdstuk VI pasal 185-192 berjudul Van Advocaten en Procureus mengatur mengenai pengangkatan dan pemberhentian advokat oleh Mentri Kehakiman.
2. Regeling Van Den Bijstand en De Vertegen Woordiging Van Partijen In Burgelijke Zaken Voor De Landraden, Staatsblad 1927 No 496 mengenai peraturan penerapan ketentuan khusus mengenai advokat yang mengatur perihal wewenang mewakili klien. Juga mengenai penetapan tarif.
Selain peraturan dan perundang-undangan di atas juga diatur dalam undang-undang mengenai advokat, yaitu sebagai berikut:
1. Undang-undang No 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman-bab VII Bantuan Hukum ; sebagai berikut.
Pasal 35 : “Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum”
Pasal 36 : “Dalam perkara pidana seorang tersangka terutama sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan Penasehat Hukum.”
Pasal 37 : “Dalam memberi bantuan hukum tersebut pada pasal 36 diatas, Penasehat Hukum membantu melancarkan penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi Pancasila, hukum dan keadilan.”
2. Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana-Bab I dan Bab VII Bantuan Hukum; sebagai berikut.
Pasal 1 : “Penasehat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum”
Pasal 69 :“Penasehat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”
Kemudian pasal 70, 72, dan 73 yang mengatur hubungan penasehat hukum dengan klien. Pasal 71 yang mengatur tentang pengawasan hubungan penasehat hukum dan klien.
Pada tahun 2003 lahir undang-undang tentang advokat, yaitu undang-undang nomor 18 tahun 2003. Saat undang-undang ini disahkan maka advokat, penasehat hukum, pengacara praktek, dan konsultan hukum yang telah diangkat dinyatakan sebagai advokat.
Sedangkan profesi advokat menurut pasal 1 UU no 18 tahun 2003 adalah memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yaitu memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien.
Kini setelah penantian lebih dari dua dasawarsa para advokat mempunyai pegangan dasar hukum untuk mempunyai posisi yang sama sebagai penegak hukum bersama polisi, jaksa, dan hakim atau yang lebih dikenal dengan istilah catur wangsa. Pasal 5 undang-undang advokat(no. 18 tahun 2003) menyebutkan bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas, dan mandiri.

C. Tugas Dan Fungsi Advokat
Pengertian advokat menurut Pasal 1 ayat (1) UU Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini. Selanjutnya dalam UU Advokat dinyatakan bahwa advokat adalah penegak hukum yang memiliki kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya (hakim, jaksa, dan polisi). Namun demikian, meskipun sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan fungsi para penegak hukum ini berbeda satu sama lain.
1. Tugas Advokat
Advokat sebagai penegak hukum menjalankan peran dan fungsinya secara mandiri untuk mewakili kepentingan masyarakat (klien) dan tidak terpengaruh kekuasaan negara (yudikatif dan eksekutif).
Persepsi masyarakat terhadap tugas advokat sampai saat ini masih banyak yang salah paham. Mereka menganggap bahwa tugas advokat hanya membela perkara di pengadilan dalam perkara perdata, pidana, dan tata usaha negara di hadapan kepolisian, kejaksaan, dan di pengadilan. Sesungguhnya pekerjaan advokat tidak hanya bersifat pembelaan tetapi mencakup tugas lain di luar pengadilan bersifat nonlitigasi.
Tugas advokat bukanlah merupakan pekerjaan, tetapi lebih merupakan profesi. Karena profesi advokat tidak sekedar bersifat ekonomis untuk mencari nafkah, tetapi mempunyai nilai sosial yang lebih tinggi di dalam masyarakat.
Tugas advokat adalah membela kepentingan masyarakat (public defender) dan kliennya. Tugas advokat dalam memberikan kuasa hukum kepada masyarakat tidak terinci dalam uraian tugas, karena ia bukan pejabat negara sebagai pelaksana hukum seperti halnya polisi, jaksa, dan hakim.
2. Fungsi Advokat
Tugas dan fungsi dalam sebuah profesi apapun tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Karena keduanya merupakan sistem kerja yang saling mendukung. Dalam menjalankan tugasnya, seorang advokat harus berfungsi :
1. Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia;
2. Memperjuangkan hak asasi manusia;
3. Melaksanakan Kode Etik Advokat;
4. Memegang teguh sumpah advokat dalam rangka menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran;
5. Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai keadilan, kebenaran dan moralitas);
6. Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat dan martabat advokat;
7. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan advokat terhadap masyarakat dengan cara belajar terus-menerus (continuous legal education) untuk memperluas wawasan dan ilmu hukum;
8. Menangani perkara-perkara sesuai dengan kode etik advokat, baik secara nasional, yakni Kode Etik Advokat Indonesia, maupun secara internasional, yakni mengacu kepada IBA Standards for the Independence of the Legal Profession, Declaration of the World Conference on the Independence of Justice, IBA General Principles of Ethics for Lawyers, Basic Principles on the Role of Lawyers ;
9. Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang merugikan masyarakat dengan cara mengawasi pelaksanaan etika profesi advokat melalui Dewan Kehormatan Asosiasi Advokat;
10. Memelihara kepribadian advokat karena profesi advokat merupakan profesi yang terhormat (officium nobile). Setiap advokat harus selalu menjaga dan menjunjung tinggi citra profesinya agar tidak merugikan kebebasan, kemandirian, derajat dan martabat seorang advokat;
11. Menjaga hubungan baik dengan klien maupun dengan teman sejawat;
12. Memelihara persatuan dan kesatuan advokat agar sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi advokat;
13. Memberikan pelayanan hukum (legal services), nasehat hukum (legal advice), konsultasi hukum (legal consultation), pendapat hukum (legal opinion), informasi hukum (legal information) dan menyusun kontrak-kontrak (legal drafting);
14. Membela kepentingan klien (litigasi) dan mewakili klien di muka pengadilan (legal representation);
15. Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada masyarakat yang lemah dan tidak mampu (melaksanakan pro bono publico). Pembelaan bagi orang tidak mampu, baik di dalam maupun di luar pengadilan merupakan bagian dari fungsi dan peranan advokat di dalam memperjuangkan hak asasi manusia.
D. Perkembangan Organisasi Advokat di Indonesia
Cikal bakal organisasi advokat secara nasional bermula dari didirikannya Persatuan Advokat Indonesi (PAI), pada 14 Maret 1963. PAI ini kemudian mengadakan kongres nasional yang kemudian melahirkan Peradin. Dalam perkembangannya, Peradin ini tidak terlepas dari intervensi pemerintah sebab perjuangannya pada waktu itu dianggap membahayakan kepentingan rezim pemerintah yang sedang berkuasa sehingga munculah organisasi advokat yang disebut Ikadin. Ikadin pun kemudian pecah dan advokat yang kecewa terhadap suksesi kepengurusan Ikadin mendirikan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).
Sejak diberlakukannya UU Advokat pada tanggal 5 April 2003, maka 8 organisasi advokat yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Asosiasi Kon
sultan Hukum Indonesia (AKHI), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) diamanatkan oleh pembentuk undang-undang untuk membentuk suatu organisasi advokat dalam kurun waktu 2 tahun. Untuk itu, dibentuklah Komite Kerja Advokat Indonesia, yang kemudian KKAI ini merumuskan Kode Etik Advokat Indonesia pada tanggal 23 Mei 2002 dan mendeklarasikan organisasi advokat sebagai organisasi payung advokat di Indonesia yang disebut Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia/Indonesian Advocates Asociation) pada tanggal 21 Desember 2004 yang akta pendiriannya disahkan pada 8 September 2005.
Peradi tersebutlah yang pada saat ini menyelenggarakan Pendidikan Khusus Pendidikan Advokat (PKPA), Ujian Profesi Advokat (UPA), dan Magang bagi seorang yang berlatar pendidikan tinggi hukum yang berniat untuk menjalankan profesi advokat di Indonesia.
1. Pengertian Organisasi Advokat
Undang-Undang Advokat tidak merinci apa yang dimaksud organisasi, tetapi menentukan bahwa “Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat, dimana susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.”
Organisasi advokat yang dimaksud oleh Undang-Undang Advokat harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) harus satu wadah berarti wadah tunggal, (2) harus mempunyai susunan organisasi (struktur organsisasi) yang jelas, (3) harus mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, (4) harus tunduk dan didirikan sesuai Undang-Undang Advokat yaitu antara tanggal 5 April 2003 s/d 5 April 2005, (5) harus didirikan oleh para Advokat Indonesia.
Tujuan organisasi advokat secara garis besar sebagaimana tercantum dalam IBA Standards for the Independence of the Legal Profession adalah memastikan independensi advokat dalam posisinya sebagai profesi hukum dari segala macam intervensi hukum.
2. Struktur Organisasi
Tiga elemen dasar yang ada pada setiap struktur organisasi-organisasi advokat rata-rata terdiri dari:
a. Dewan Pengurus;
b. Dewan Kehormatan;
c. Dewan Penasehat.
Kekuasaan tertinggi berada pada tangan Musyawarah Nasional (Munas) yang diadakan secara periodik, tergantung dari kebijakan masing-masing organisasi advokat .
Dewan Pengurus organisasi advokat biasanya terdiri dari Ketua (sekaligus wakil ketua), Sekretaris jendral dan Bendahara. Dewan Pengurus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan jalannya organisasi sesuai yang diamanatkan dalam Anggaran Dasar (AD) maupun Anggaran Rumah (ART). Dewan kehormatan merupakan organ yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan penegakan kode etik profesi. Dalam menjalankan tugasnya, dewan kehormatan bersifat pasif, dalam arti ia menjalankan fungsi penegakan kode etiknya dengan hanya menunggu adanya aduan. Dewan penasehat berfungsi untuk memberikan saran maupun nasehat kepada DPP maupun DPC, baik diminta maupun tidak.
Berdasarkan AD/ART, pendanaan organisasi advokat umumnya berasal dari beberapa sumber, yaitu: iuran anggota, sumbangan pihak ketiga, dan usaha lain yang sah.
Secara umum terdapat tiga macam jenis keanggotaan bagi organisasi advokat, yaitu: anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan.

E. Bantuan Hukum
Bantuan hukum adalah jasa memberi bantuan hukum dengan bertindak baik sebagai pembela dari seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana maupun sebagai kuasa dalam perkara perdata atau tata usaha negara di muka pengadilan dan atau memberi nasehat hukum di luar pengadilan .
Kegiatan bantuan hukum sebenarnya sudah dimulai sejak berabad-abad yang lalu. Sejak terjadi Revolusi Prancis dan Amerika, konsep bantuan hukum semakin diperluas dan dipertegas. Pemberian bantuan hukum tidak semata-mata didasarkan kepada charity (kedermawanan) terhadap masyarakat yang tidak mampu namun kerap dihubungkan dengan hak-hak politik . Dalam perkembangannya hingga sekarang, konsep bantuan hukum selalu dihubungkan dengan cita-cita negara kesejahteraan (welfare state), dimana pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.
Cappelletti dan Gordley dalam artikel “Legal Aid Modern Themes and Variations”, seperti yang dikutip Soerjono Soekamto membagi hukum ke dalam dua model, yaitu bantuan hukum model yuridis-individual yang merupakan hak yang diberikan kepada warga masyarakat untuk melindungi kepentingan-kepentingan individualnya. Dan bantuan hukum model kesejahteraan yang diartikan sebagai suatu hak akan kesejahteraan yang menjadi bagian dari kerangka perlindungan sosial yang diberikan oleh suatu negara kesejahteraan.
Lain halnya dengan Schuyt, Groenendijk, dan Sloot mereka membedakan bantuan hukum ke dalam lima jenis , yaitu :
1. Bantuan hukum preventif : bantuan hukum yang dilaksanankan dalam bentuk pemberian penerangan dan penyuluhan hukum kepada masyarakat.
2. Bantuan hukum diagnostik : bantuan hukum yang dilaksanakan dengan cara pemberian nasehat-nasehat hukum atau biasa dikenal dengan konsultasi hukum.
3. Bantuan hukum pengendalian konflik bertujuan untuk mengatasi secara aktif permasalahan-permasalahan hukum kongkrit yang terjadi di masyarakat dengan cara memberikan asistensi hukum kepada anggota masyarakat yang tidak mampu menggunakan jasa advokat.
4. Batuan hukum pembentukan hukum yang dimaksudkan untuk memancing yurisprudensi yang lebih tegas, tepat, jelas, dan benar.
5. Bantuan hukum pembaruan hukum merupakan bantuan hukum yang usaha-usahanya lebih ditujukan mengadakan pembaruan hukum baik melalui hakim atau melalui pembentuk undang-undang.
Sementara di Indonesia, para ahli hukum dan praktisi hukum membagi bantuan hukum ke dalam dua macam, yaitu bantuan hukum individual yang merupakan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu dalam bentuk pendampingan oleh advokat dalam proses penyelesaian sengketa yang dihadapi dalam rangka menjamin pemerataan pelayanan hukum kepada masyarakat. Dan bantuan hukum struktural yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan pengertian masyarakat akan pentingnya hukum .

PENUTUP

Kesimpulan
Advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di pengadilan atau beracara di pengadilan.
Undang-undang nomor 18 tahun 2
003 tentang penegak hukum yang mencakup advokat, hakim, jaksa, dan polisi semakin memantapkan dasar legitimasi advokat di Indonesia.
Tugas advokat adalah membela kepentingan masyarakat (public defender) dan kliennya. Advokat dibutuhkan pada saat seseorang atau lebih anggota masyarakat menghadapi suatu masalah di bidang hukum.
Akan tetapi pada kenyataannya advokat seringkali terlibat dalam mafia peradilan yang menjadi biang terjadinya judicial corruption. Inilah yang menjadi tugas organisasi advokat untuk melakukan pengawasan terhadap independensi advokat dalam sistem hukum. Karena bagaimanapun advokat mempunyai peran yang sangat vital dalam penegakan hukum.
Sejak diberlakukannya UU Advokat pada tanggal 5 April 2003, maka 8 organisasi advokat yang diamanatkan oleh pembentuk undang-undang untuk membentuk suatu organisasi advokat. Pada tanggal 23 Mei 2002 mendeklarasikan organisasi advokat sebagai organisasi payung advokat di Indonesia yang disebut Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia/Indonesian Advocates Asociation).
Bantuan hukum adalah jasa memberi bantuan hukum dengan bertindak baik sebagai pembela dari seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana maupun sebagai kuasa dalam perkara perdata atau tata usaha negara di muka pengadilan dan atau memberi nasehat hukum di luar pengadilan .

DAFTAR PUSTAKA

Adji, Oemar Seno. 1991. Profesi Advokat. Jakarta: Erlangga.
Anggara. 2006. Dimensi Moral Profesi Avokat. http:\\anggara.org/2006/06/14/dimensi-moral-profesi-advokat-dan-pekerja-bantuan-hukum/.
Budiyana. 2007. Peran, Fungsi, dan Perkembangan Organisasi Advokat. http:\\budiyana.wordpress.com/2007-10-04/peran-fungsi-dan-perkembangan-organisasi-advokat/.
Fauzan, Ahmad. 2004. Undang-Undang Lengkap tentang Penegak Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
McKechnie, Jean L., dkk. Webster’s New Twentieth Century Dictionary of The English Language. Simon and Schuster.
Pangaribuan, Luhut M.P. 1996. Advokat dan Contempt of Court. Jakarta: Djambatan.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke III. Jakarta: Balai Pustaka.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia. 2001. Advokat Indonesia Mencari Legitimasi: Studi tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta.
Rosyadi, Rahmat dan Sri Hartini. 2003. Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Simahasa, Abdurrahman Sa’at. 1989. Cakrawala Advokat Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Advokat.


No comments:

Post a Comment